AWAK BADUNSANAK, NDAN!!!

Rabu, 12 Agustus 2015

Muslim Kasim : Silek dan Budaya Minangkabau


Oleh: H Muslim Kasim Ak MM Datuk Sinaro Basa

Silat atau silek tak bisa dilepaskan dari lelaki Minangkabau. Orang Minang gemar merantau memang. Sebelum merantau ia tak membekali anak atau kemanakannya dengan uang yang berlindak. Tapi, ia membekali anak kemanakan itu dengan beragam kepandaian. Pandai basilek atau bersilat, pandai menggalas, dan dilengkapi dengan kepandaian bathiniah dengan mengisi dada akan nilai-nilai agama Islam dan nilai-nilai adat.

Silek tak bisa lepas dari nilai-nilai kesurauan. Mengaji dan mengkaji adalah dua hal yang melengkapi nilai-nilai kepandekaan itu sendiri. Sebelum mengkaji langkah atau garak, terlebih dahulu mereka mengaji. Mengaji nilai-nilai agama di surau. Tuo-tuo silek di Minangkabau, rata-rata adalah para ulama atau pemuka adat yang memiliki nilai-nilai keimanan yang tangguh.

Tradisi basilek, selalu dimulai dari mengaji untuk mengenal nilai-nilai ilahiyah atau ketuhanan. Makanya, ilmu silat tak bisa dilengkapi dengan kebhatinan. Itu ditunjukkan dengan filsafat silek yakni “nan lahia mancari kawan- nan hakikat mancari Tuhan”. Maksudnya, kehadiran seorang pendekar bukan mencari lawan atau permusuhan. Itu tercermin dalam falsafah, lawan indak dicari basobok pantang dielak-an. Hakikat basobok pantang dielak-an bukanlah hakekat yang tegak tanpa kesabaran, namun haikat yang tegak untuk menegakkan kebenaran itu sendiri. Menegakkan yang hak dan menghancurkan yang bathil. Begitulah pandeka di ranah Minang.

Setantang yang hakekat mencari Tuhan adalah upaya untuk mendekatkan diri pada Tuhan Allah. Seorang pandeka adalah seorang yang taat, ia menjadi pagar di tengah nagari. Atau, amal ma’ruf nahi munkar! Itulah pendekar.

Banyak filsafat silek tradisi yang mengajarkan kita pada nilai-nilai ilahiyah. Ketika seorang pesilat tegak berdiri, yang tegak itu adalah “alif”. Alif adalah benar.Alif adalah lurus. Saat itu seorang pendekar sebelum membuka langkah selanjutnya, ia terlebih dahulu berserah diri pada Yang Kuasa, seperti alif tegak lurus.

Ketika, langkah diurak atau dibuka, ia membungkuk seperti membentuk huruf “ba”. Ini yang dimaksud dengan langkah dua. Adalah langkah bertanya. Apakah langkah ini langkah baik atau langkah buruk. Ia bertanya pada Allah. Jawabannya adalah di langkah ketiga; yakni langkah yang tak akan pernah berbalik surut sebelum kebenaran dan keadilan tegak berdiri di bumi tempat berpijak di langit tempat dijunjung.

Filsafat pandeka perlu kita terapkan dalam pengambilan keputusan. Yakni, ditimang-timang baik buruk sebelum melangkah. Supaya jangan terjadi apa yang sering kita dengar yakni; habis cakak takana silek yang kemudian meninggalkan penyesalan-penyesalan. Seorang pandeka adalah seorang yang sabar dan pikiran baginya adalah pelita hati sebelum melangkahkan kaki.

Seorang pasilek atau pandeka adalah seorang yang ‘mengenal’ angin dan mengarifinya sebagai perwujudan alam takambang menjadi guru. Pandeka seorang yang arif dengan angin buruk yang akan mencelakai diri dan orang lain serta angin baik (perbuatan elok) yang akan memberikan banyak manfaat pada orang lain.

Seorang pandeka sejati ia tak akan mungkin mengotori cerek kehidupan.Tak mungkin membuat keributan di tangah nagari, karena ia adalah paga dari nagari itu sendiri. Idealnya, mana mungkin pagar merusak tanaman, begitu juga dengan ‘ mana mungkin pandeka marusak nagari sendiri’.
Kemajuan peradaban ditandai dengan kecanggihan teknologi. Teknologi harusnya memberi kemudahan dalam kehidupan, bukan menciptakan berbagai jaring-jaring keraguan yang menggoda keniscayaan dan keimanan. Kemajuan di depan mata yang terhampar di dunia, tak boleh tertukar dengan nilai-nilai ketaqwaan. Kepintaran dan kecerdasan haruslah dibekali dengan ketaatan dan iman. Jangan sampai hati dibutakan oleh goda-godaan dunia yang cendrung menggelincirkan. Jadilah orang pintar yang bermanfaat. Untuk apa pintar, bila cerdiknya justru untuk membuang atau membunuh kawan. Seorang pandeka di tengah alam adalah seorang yang gema mencari kawan, bukan lawan.

Adat basandi syarak-syarak basandi Kitabullah adalah maklumat kesepakatan bersama antara ulama dan ninik mamak dalam persetujuan sumpah sati bukik marapalam yang tertanam kuat di ruang pikiran, hati dan perbuatan orang Minang hingga kini yang tak lapuk dek hujan dan tak lekang dek panas garang.

ABS-SBK bukanlah kajian, ia adalah terapan. ABS-SBK, bukanlah slogan atau semboyan, ia adalah ketetapan sosial masyarakat Minangkabau yang notabenenya mayoritas hidup di wilayah administrasi Sumatera Barat.

Pada ABS-SBK terkandung sinyal kembali banagari dan kembali meramaikan surau. Nagari dan surau adalah simbol ABS-SBK itu sendiri.

Anak-anak muda kita —parik paga dalam nagari—yang kini banyak lebih dekat dan lebih akrab dengan dunia ‘di ujung jari—yakni internet, ipad, bbm, facebook, twetter, berbagai games online, sehingga mereka nyaris tak mengenal permainan yang dulu marak dalam nagari, yang kita sebut sebagai permainan anak nagari.

Ketika mereka lebih gemar dan lebih mengenal internet games ketimbang permainan anak nagari, maka pada saat itu, sadar atau tak sadar mereka telah melenyapkan satu sisi dari bungkahan rasa cinta pada ranah Minang.

Untuk itu, mari kita tanamkan nilai-nilai cinta dan semangat untuk ranah Minang dalam kehidupan anak mudo kita terkini. Anak nagari Minangkabau, jangan sampai tinggal nama akibat dicabik atau dilindas oleh roda zaman yang kian tajam. Seyogyanya mereka harus mengenal sejarah “keminangkabauan”. Kita gamang sekiranya mereka lupa dan tak peduli sejarah, pada saat itu satu sendi musnah, yakni kaburnya identitas diri. Bukankah kekuatan satu bangsa terletak pada identitas? Mari kita semarakkan lagi berbagai kreasi dalam nagari. Bila anak mudanya kreatif, nagari otomatis semarak. Karena, sumarak nagari karena nan mudo.

Saatnya kreativitas itu kita arahkan pada kreasi yang mengakar dalam tradisi kita yang sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah.

Salah satunya, kita semarakkan kembali sasaran atau galanggang silek di nagari-nagari, di sekolah-sekolah bahkan di kampus-kampus. Semua olahraga beladiri itu baik, tapi alangkah baiknya bila anak muda kita kembali ramai basilek.

Selamat bersilat, bukan bersilat lidah menutup kebohongan, tapi adalah bersilat langkah untuk membuka kebenaran-kebenaran!

0 komentar:

Posting Komentar