AWAK BADUNSANAK, NDAN!!!

Senin, 17 Agustus 2015

Sewaktu Fauzi Bocah : Jualan sayur hingga Menyewakan Buku


Fauzi Bahar lahir di Ikua Koto, Kecamatan Koto Tangah, Padang, 53 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 16 agustus 1962. Ayahnya bernama Baharudin Amin, namun lebih dikenal dengan sebutan Wali Bahar, karena pernah menjabat sebagai wali nagari pada zamannya dulu. Ibunya bernama Nurjanah Umar, seorang guru yang juga aktivis muhammadiyah. keduanya kini sudah tiada. 

Fauzi Bahar anak ke-4 dari enam bersaudara. kakak tertua seorang perempuan (satu satunya perempuan) bernama Khalidah hanum, 54 tahun, seorang guru yang mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Lubuk Buaya Padang. Dia tinggal di Ikua Koto, tepat di sebelah rumah gadang Fauzi Bahar. Berturut-turut Taufik Bahar, 50 tahun, guru SD Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, yang tinggal di perumahan Mega Permai, Kayu Kalek, Lubuk Buaya, Padang. Fakhri Bahar, 48 tahun, swasta, tinggal di Siteba, Padang. Fadli, 44 tahun, adik Fauzi Bahar, tinggal di Ikua Koto, depan rumah gadang keluarganya, wiraswasta dan terakhir Fahmi, seorang Mayor angkatan laut (TNI AL), yang tengah mengikuti pendidikan Seskoal di Jakarta.

Masa kecil Fauzi Bahar, bukanlah masa yang enak untuk dikenang. Jangan membayangkan, sebagai seorang anak Wali Nagari Ikua Koto, maka dia akan hidup dengan senang, untuk ukuran masa itu. Tidak. Sama sekali tidak. Justru kehidupan keluarganya, sangatlah memilukan. Pekerjaan ayahnya sehari-hari adalah seorang petani, yang penghasilannya pas-pasan. Walau dibantu dari gaji ibunya seorang guru, namun tetap saja tidak cukup untuk membiayai sekolah enam orang anak mereka dan biaya hidup sehari-hari. Mereka hidup kekurangan. Untuk makan sehari-hari, serba terbatas. "Makan kami dijatah. sambal yang tersedia hanya pas untuk satu orang. Tidak boleh tambah," kata Fadli, adik Fauzi Bahar, kepada Media center, mengenang kisah masa lalu keluarganya dulu.

Jualan Sayur dan Kue Mangkuk
 
Untuk menambah penghasilan, maka mereka anak laki-laki, mulai dari Taufik Bahar, Fakhri Bahar, Fauzi Bahar hingga Fadli, diharuskan berjualan sayur-mayur. Fahmi masih belum diikutsertakan karena masih terlalu kecil. Maka berangkatlah kakak-beradik ini keliling Ikua Koto hingga Tabing untuk menjual sayur-sayuran hasil kebun mereka, berupa kangkung dan bingkuang. Kagkung dijual di Ikua Koto dan sekitarnya, sedangkan buah Bingkuang dijual di Pasar Raya Padang. Kangkung dijual Rp. 5 per ikat. Mereka membawa 100 ikat-150 ikat setiap hari. Rata-rata, mereka bisa menghasilkan Rp. 500 per hari. "Uang hasil penjualan sayur-mayur itulah yang membantu biaya sekolah kami," kata Khalidah Hanum, kakak tertua Fauzi Bahar.
 

Selain dijual sendiri, ada juga yang dititipkan ke warung-warung. Uang hasil penjualan kangkung tersebut baru mereka jemput sepulang sekolah. Hal itu dilakukan usai shalat subuh hingga waktu berangkat ke sekolah tiba, sekitar pukul 06.30 pagi. Sedangkan sore hari, usai pulang sekolah, tidak ada waktu bermain bagi anak-anak keluarga Bahar. Mereka harus pergi ke kebun, untuk memetik sayur-sayuran, membawa pulang ke rumah
untuk dibersihkan, dan diikat. "Kami terkadang iri melihat anak-anak lain bisa main bola sore hari, sedangkan kami harus pergi ke ladang untuk memetik sayur," ujar Fadli.
 

Selain berjualan sayur-mayur, Fauzi Bahar juga berjualan kue mangkuk. Kue buatan ibunya ini dibawa keliling kampung, pada sore hari, untuk mendapatkan tambahan uang belanja. Jualan kue mangkuk ini dilakukannya selama bersekolah di SD Negeri 03 Ikur Koto. Di sela-sela kegiatan rutin pergi sekolah, memetik sayuran, jualan sayur dan kue mangkuk, hal pokok yang tidak pernah ditinggalkan Fauzi Bahar adalah belajar mengaji di Surau Tabek, yang berada persis di depan rumahnya. Sikap keras ayahnya, yang sangat disiplin dalam menanamkan ajaran Islam dalam diri anak-anaknya, khususnya Fauzi Bahar, inilah yang menjadi modal dasar penerapan dan pendidikan aqidah Islam yang dilakukannya selama ini.

Kehidupan yang serba sulit tersebut dijalaninya sampai Fauzi Bahar berkuliah di IKIP Padang, tahun 1982-1987. Semasa kuliah di Fakultas Ilmu Pendidikan dan Kesehatan (kini FIK), Fauzi Bahar juga berusaha untuk meringankan biaya kuliahnya, dengan cara membantu saudara sepupunya yang membuka usaha taman bacaan dan penyewaan buku, di Tabing, tepatnya di belakang SMP 13 Padang. Dari usaha sampingan ini, Fauzi Bahar menyisihkan rupiah-demi rupiah untuk ditabung. Kelak dari hasil tabungannya inilah, yang dipakai Fauzi Bahar untuk biaya pendidikannya menjalani wajib militer (wamil) TNI AL.

Anak yang Soleh
 
Fauzi Bahar adalah tipikal anak idaman orang tua. Betapa tidak, sejak kecil, dia sudah sangat berbhakti kepada kedua orang tuanya. Semua perintah ayahnya, dilaksanakan tanpa pernah berkeluh-kesah. Disuruh shalat, dia shalat. Bahkan lebih dari itu, dia rajin sembahyang tahajud. Diperintahkan puasa, dia berpuasa. Bahkan dia juga tidak pernah lupa untuk berpuasa Senin-Kamis. Puasa Sunat itu dijalaninya dengan ikhlas dan sabar.
 

Belajar mengaji di surau, adalah bagian kehidupan sehari-hari Fauzi Bahar semasa kecil. Fauzi Bahar tidak ketinggalan belajar silat, yang merupakan seni tradisi anak nagari Minangkabau. Dia belajar silat di perguruan Pat Ban Bu (Empat Banding Budi) di Ikua Koto. Bahkan setelah tamat belajar silat, dia menjadi pelatih silat di perguruan Pat Ban Bu tersebut.
 

Fauzi Bahar adalah anak yang sangat sayang kepada kedua orang tuanya, khususnya kepada ibunya Hj Nurjanah Umar. “Saking sayangnya, setiap hari Fauzi membuatkan air Bungo Rayo untuk Ibu. Kami saja tidak bisa seperti itu,” kata Fadli. Fauzi Bahar setiap hari juga menyediakan air wudhu untuk ibunya, yang diletakkan di bawah tangga rumah gadang mereka. Ia tak ingin ibunya harus berjalan naik tangga-turun tangga, menuju kamar mandi yang terletak di beberapa meter di samping rumah mereka.
 

Fauzi Bahar kecil juga bukanlah anak yang nakal. Dia tidak pernah terlibat keributan dengan anak-anak lainnya, apalagi sampai berkelahi. Kalaupun pernah berkelahi, justru dengan adik-adiknya, Fadli dan Fahmi. “Saya dan Fahmi pernah marah dan mengajaknya berkelahi. Kami mengeroyok Fauzi di heller dekat rumah. Tapi walaupun sudah dikeroyok, dia tetap menang. Kami sampai minta-minta ampun kepadanya,” tutur Fadli tertawa, mengenang masa kecilnya.
 

Selalu jadi Pemimpin
Sejak muda, jiwa kepemimpinan Fauzi Bahar sudah terlihat. “Karier” kepemimpinannya dimulai ketika Fauzi Bahar menjadi pelatih silat di perguruan Pat Ban Bu di Ikua Koto. Kemudian, dia juga terpilih menjadi Ketua Pemuda Ikur Koto. Ketika kuliah, Fauzi muda masuk kegiatan ekstra-kurikuler Resimen Mahasiswa, dan kemudian menjadi komandannya. Ketika berhasil masuk ke pasukan elit TNI AL, pasukan katak, Fauzi Bahar adalah orang pertama dari alumnus wamil yang berhasil menjadi komandan pasukan elit TNI AL tersebut. “Saya adalah orang pertama dari lulusan wamil yang berhasil menjadi komandan pasukan katak,” ujar Fauzi Bahar, suatu ketika.

Ada cerita pilu ketika Fauzi muda diterima menjadi anggota TNI AL melalui jalur wamil, setamat kuliah dulu. Ketika berita gembira itu disampaikan kepada ibunya, apa jawab ibunda tercinta? “Ibu tidak ada uang Zi. Sama sekali tidak ada uang. Sama apa ibu akan membiayai perjalananmu ke Jawa? Kata ibunya pilu. Kakak dan adik Fauzi Bahar yang mendengar kalimat ibu mereka, tak kuasa menahan air mata yang menetes perlahan.
 

Betapa tidak. Cita-cita sang anak untuk menjadi anggota ABRI (sebutan TNI kala itu), sangatlah menggebu. Bayangkan, sudah berkali-kali Fauzi Bahar ikut test AKABRI, namun selalu gagal. Nah, ketika sang anak tersayang lulus tes wamil, sang ibu justru tidak ada uang untuk biaya perjalanan sang anak mengikuti pendidikan militer tersebut.

Tapi dengarlah jawab Fauzi Bahar. “Tidak apa-apa bu. Saya mohon doa restu ibu saja, agar saya sukses di karier yang saya pilih ini.” Tidak ada yang tahu,darimana Fauzi Bahar memperoleh uang untuk biaya perjalananya ke Jawa. Dia tidak pernah memberitahukan. “Sampai sekarang, kami tidak tahu darimana dia mendapat uang. Mungkin dari tabungannya selama ini,” kata Khalidah Hanum.
 

Tekad yang kuat, pantang menyerah menghadapi masalah, taat beribadah, dan restu Ibunda tercinta, akhirnya membawa Fauzi Bahar sukses dalam kariernya, hingga kemudian menjadi Walikota Padang


sumber

0 komentar:

Posting Komentar