AWAK BADUNSANAK, NDAN!!!

IKPS Bulat Dukung MK-Fauzi

Masyarakat Pesisir Selatan Siap menyatukan dukungan untuk pasangan Muslim Kasim – Fauzi Bahar.

Dorong UNP Lahirkan Pemimpin Mumpuni

Rektor dan Pembantu Rektor Universitas Negeri Padang (UNP), bersama alumni UNP, Muslim Kasim - Fauzi Bahar.

Syamsu Rahim Dukung MK-Fauzi

Bukan hanya mendukung, tetapi Syamsu Rahim juga menerima amanat sebagai Ketua Tim Sukses Muslim Kasim - Fauzi Bahar.

Shadiq Pasadigoe Dukung MK-Fauzi

SP : Saya lebih suka melihat ke depan. Bagaimana membangun Sumbar lebih baik, membenahi kesejahteraan masyarakat dan memajukan nagari. Saya dan keluarga mendukung Pak Muslim dan Pak Fauzi untuk kemajuan Sumatera Barat.

Silaturahmi dengan Tokoh dan Perantau Minang

Muslim Kasim dan Fauzi Bahar Bersama tokoh dan perantau minang : Is Anwar, Azwar Anas, Fasli Djalal, Fahmi Idris dan Mulyadi.

Minggu, 31 Mei 2015

Hendra Irwan Rahim "Pimpin Partai Pemenang, Pede Punya Nilai Jual"


Belum setahun memangku jabatan ketua DPRD Sumbar, kini nama Hendra Irwan Rahim masuk bursa calon gubernur periode lima tahun mendatang. Ketua DPD I Partai Golkar Sumbar ini disebut-sebut sudah menggalang “koalisi” dengan sejumlah partai politik guna memuluskan langkahnya bertarung di Pilgub 2015.
Bukan itu saja, Hendra disebut-sebut juga sudah menyiapkan pasangannya. Benarkah? Berikut wawancara wartawan Padang Ekspres Rommi Delfiano dengan Hendra Irwan Rahim di Padang, kemarin (20/2).

Anda kan baru menjabat ketua DPRD Sumbar, kenapa mencalonkan juga dalam Pilgub 2015?
Maaf dinda, ini bukan soal mencalonkan atau tidak. Boleh jadi sepintas orang menilai saya terkesan rakus jabatan. Namun, tidak begitu sebetulnya. Semua pasti menyadari bahwa setiap pendirian partai politik, pastilah tujuannya untuk merebut kekuasaan.
Tentunya, kekuasaan itu diperuntukkan bukan serampangan. Namun, sepenuhnya untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Nah, kekuasaan itu bukanlah berada di lembaga legislatif (DPRD, red), tapi di tangan eksekutif selaku eksekutor.
Jadi, bagaimana kita bisa leluasa menyejahterakan rakyat, sedangkan kita tak memiliki kewenangan mengeksekusi kegiatan atau program. Beranjak dari pertimbangan inilah, saya plus dukungan kawan-kawan dan DPP, saya memutuskan maju dalam pilgub mendatang.

Anda percaya diri (pede) figur Anda ‘menjual’?
Bisa jadi dibilang begitu. Alasannya, tentu tidak muluk-muluk. Saya kan ketua parpol pemenang Pemilu 2014, dan terpilih menjadi ketua DPRD Sumbar.
Ini tentu kredit poin bagi saya untuk maju menjadi cagub atau cawagub. Prosesnya kini sedang berjalan di internal parpol. Bila sudah clear semua, barulah saya sampaikan ke rekan-rekan media.
Tahapan pilgub pun kan belum berjalan, revisi UU Pilkada saja baru disahkan DPR bersama pemerintah. Sama-sama kita lihatlah bagaimana nantinya.
  
Parpol koalisi dan pasangan cagub/cawagubnya, bagaimana?
Saya sulit juga memberi gambarannya. Tetapi, sebetulnya saya sudah mulai berkomunikasi dengan parpol lain. Tak terkecuali, soal pasangan calonnya. Tapi apakah menjadi Sumbar 1 atau tidak, saya tak terlalu mematok target. Ya, bisa cagub atau cawagub.
Parpol-parpol yang akan kita ajak berkoalisi pun sudah mulai mengerucut. Parpol apa saja itu, tunggu tanggal mainnya hehehe…Begitu juga siapa pasangan saya, bukan sekarang saya ungkap.

Dari sekian banyak calon, siapa paling Anda anggap paling berat?
Jelas kedua calon incumbent. Bagaimanapun, keduanya memiliki kekuasaan dan fasilitas. Kendati keduanya harus mengundurkan diri empat bulan jelang pemilihan, tetap saja posisi calon petahana diuntungkan.
Soalnya, waktunya sangat singkat. Namun bagaimanapun, bagi saya tetap saja ada peluang membalikkan keadaan. Ibarat bermain bola, belum tentu tim-tim kuat yang selalu menang. Fakta pilkada di Sumbar, tak semua calon incumbent memenangkan pilkada
Anda tentu sudah menyiapkan ongkos politik, berapa nominalnya?   
Soal nominal, nggak enak disebutkan. Insya Allah, teman-teman banyak yang siap membantu. Bagaimanapun, saya maju dalam pilgub nanti bukan atas nama pribadi. Tapi, atas nama dukungan partai dan orang-orang yang menginginkan saya maju. Mau tak mau, mereka tentu tak membiarkan saya berjuang sendiri.  

Apa yang Anda tawarkan bagi kemajuan Sumbar?
Soal ini, nantilah kita bicarakan. Kalau sekarang diekspose, bisa jadi “jualan” juga bagi calon atau pihak lainnya. Insya Allah, kita sama-sama berkomitmen memberikan yang terbaik bagi Sumbar. Tentunya, demi kesejahteraan masyarakat. (*)

Sabtu, 30 Mei 2015

Shadiq Pasadigoe "Siap Ulangi Sejarah Kalahkan Incumbent"


Dinilai sukses memimpin Tanahdatar selama dua periode, Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigoe digadang-gadang berpeluang mengalahkan incumbent pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumbar mendatang.
Bahkan, salah satu lembaga survei sempat menempatkannya sebagai salah satu calon yang memiliki elektabilitas tertinggi. Berikut bincang-bincang wartawan Padang Ekspres Hijrah Adi Sukrial dengan Shadiq Pasadigoe, kemarin (17/2).

Anda disebut-sebut penantang terkuat incumbent dalam Pilgub Sumbar mendatang, apa betul begitu? 
Saya menyambutnya dengan ucapan Alhamdulillah, dan kita tentu berterima kasih kepada masyarakat yang menyebut-nyebut tadi.
Yang jelas, tentu mereka mempunyai harapan kepada saya untuk berbuat lebih banyak dan lebih baik lagi sesuai amanah yang saya terima dari Allah SWT dan kepercayaan masyarakat. 

Sebetulnya, apa modal Anda maju sebagai Cagub Sumbar?
Saya dilahirkan, dibesarkan dan dididik di dalam keluarga yang taat beragama. Orangtua saya seorang pejuang perintis kemerdekaan (eks-buangan Boven Digoel), kemudian saya telah menyelesaikan pendidikan S-1 dua bidang (bidang hukum dan peternakan), serta satu S-2 (bidang sumber daya manusia), dan saya juga seorang pegawai negeri sipil yang pernah bertugas hampir 20 tahun di Provinsi Sumbar yang akan pensiun tahun 2020. 
Kemudian, sebelum menjadi bupati di Tanahdatar, saya sudah banyak terlibat di berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, olahraga dan pemuda di tingkat provinsi.
Setelah itu, saya dipercaya menjadi bupati Tanahdatar dua periode: 2005-2010 dan 2010-2015. Lalu, pengalaman sebagai Sekjen Asosiasi Bupati Seluruh Indonesia, dan yang sangat penting adalah pengalaman dalam memimpin kabupaten yang topografinya sulit.
Sekitar 70 persen penduduk Tanahdatar hidup bertani. Pertanian masih dikelola dengan cara sederhana dan sulit dikembangkan menjadi pertanian modern. Alhamdulillah, dari 12 kabupaten di Sumbar, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan tata kelola pemerintahan Tanahdatar paling terbaik.
Termasuk opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK tahun 2013 yang murni dalam bidang pengelolaan keuangan. Tentu, itulah hal-hal yang menjadi modal bagi saya ikut berkompetisi dalam pemilihan gubernur Sumbar periode 2015-2020.
Insya Allah, niat lurus untuk tidak melakukan hal-hal yang tercela sebagai seorang pemimpin.

Selama ini Anda dikenal sebagai salah seorang kader Golkar, tapi kenapa Anda mendaftar ke partai lain?
Saya mendaftar ke partai selain Golkar, adalah proses yang harus dilalui oleh seorang bakal calon menjadi calon gubernur Sumbar tahun 2015-2020. Sebab, bagaimanapun dukungan dari semua pihak untuk memajukan Sumbar terhadap gubernur yang terpilih adalah suatu hal yang sangat diperlukan.

Jika Anda akhirnya ditetapkan sebagai cagub Sumbar, siapa kira-kira cawagub Anda?
Saya akan memilih orang yang akan mampu bekerja keras dan paham kondisi Sumbar, dan apa yang dimaui oleh masyarakat di ranah maupun di rantau. Soal nama, kurang etis rasanya kalau saya ungkapkan. Sebab, siapa yang akan menjadi wakil tersebut tidak terlepas dari hasil musyawarah dengan partai pengusung.

Menurut Anda, siapa rival Anda dalam pilgub nanti?
Di dalam berjuang  dan berkompetisi, kita tidak boleh menganggap ada lawan yang berat. Tapi, kita tidak boleh takabur dalam perjuangan, dan berserah diri kepada Allah SWT. Jika kita yang terbaik, mudah-mudahan perjuangan itu dikabulkan Allah SWT dan berhasil.

Anda sudah menyiapkan modal dalam pilgub nanti? 
Sebenarnya ini kegamangan saya. Tapi, saya sudah pernah menjalani hal seperti ini saat saya akan maju menjadi calon bupati Tanahdatar tahun 2005 lalu.
Saat itu, saya mengalahkan incumbent dan saya haqqul yaqin kalau saya dikehendaki memimpin Sumbar tahun 2015-2020, pertolongan Allah SWT itu akan datang dengan sendirinya.
Dulu di Tanahdatar tahun 2005, ada masyarakat yang mengumpulkan beras segenggam dari rumah ke rumah lalu beras itu dijualnya. Hasil penjualan beras tersebut dibelikan ke kain dan cat untuk membuat spanduk untuk memilih saya dengan pasangan bapak Aulizul Syuib.

Apakah Anda sudah berkomunikasi dengan parpol di pusat?
Mana yang dapat saya lakukan, sudah saya lakukan. Kemudian soal kemungkinan saya akan diusung oleh partai tertentu, tentu mereka sekarang sedang menimang-nimang juga siapa yang akan diusungnya.
Kita berharap dan berdoa mudah-mudahan pertimbangan utama partai politik mengusung calon adalah semata kepentingan Sumbar ke depan yang lebih baik.

Selama memimpin Tanahdatar dua periode, apa saja prestasi Anda? 
Sebetulnya kurang etis kalau saya yang menceritakan prestasi saya, biarlah orang lain atau masyarakat yang menilainya. Tapi kalau ditanyakan apa yang bisa saya banggakan, saya akan jawab.
Pertama, empat tahun berturut-turut Tanahdatar kabupaten paling banyak lulusan SLTA masuk perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia. Dari yang lulus tersebut, 35 persen dari keluarga miskin.
Tidak ada seorang pun lulusan tersebut yang  tidak kuliah karena ketiadaan uang. Mereka dibantu APBD, BAZ, Bank Nagari dan perantau. Kedua, boleh dikatakan 99 persen permasalahan yang menyangkut kesehatan masyarakat dapat tertangani dengan baik, khususnya bagi keluarga miskin.
Ketiga, infrastruktur jalan dari 395 jorong yang tidak bisa ditempuh dengan mobil, kini lebih kurang 95 persen sudah diaspal, begitu juga irigasi. Keempat, pelebaran jalan Batusangkar-Ombilin, pembangunan irigasi Batang Sinamar, pembangunan Istana Basa Pagaruyung dan penanganan gempa tahun 2007. 

Apa saja menurut Anda keunggulan Sumbar yang selama ini belum dikelola dengan maksimal?
Adalah bidang pendidikan, kebudayaan dan pariwisata, perekonomian, sumber daya alam, serta kelautan. Potensi itu dapat dikembangkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Sumbar. (*)

Jumat, 29 Mei 2015

Menakar Calon Pilkada di Sumbar


Oleh : M. Nur Idris *)
 
PELAKSANAAN pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak tahun 2015, kalau tidak ada perubahan akan dilaksanakan pada 9 Desember 2015. Untuk Pilkada serentak di Sumatera Barat akan dilaksanakan sebanyak 13 daerah yakni; Pilkada Gubernur Sumatera Barat dan 12 Pilkada daerah kabupaten/kota untuk memilih Bupati dan Walikota, dengan rincian 10 kabupaten dan 2 kota.

Sepuluh pilkada daerah kabupaten antara lain; Padang Pariaman, Pasaman Barat, Pasaman, Lima Puluh Kota, Agam, Tanah Datar, Solok, Sijunjung, Solok Selatan dan Pesisir Selatan serta dua pilkada daerah kota yakni Bukittinggi dan Solok.
Pelaksanaan pilkada serentak ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Untuk pelaksanaan pilkada serentak, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku lembaga penyelenggara pemilu telah meresmikan dimulainya tahapan pilkada serentak pada 17 April lalu. Dimulainya tahapan pilkada oleh KPU, maka munculah nama-nama  para calon gubernur Sumbar periode 2015-2010 dalam bentuk baliho dan atribut calon lainnya.

Nama-nama calon gubernur Sumnbar yang muncul saat ini antara lain; Irwan Prayitno (Gubernur Sekarang), Epiardi Asda (Anggota DPR-RI), Fauzi Bahar (Mantan Walikota Padang). Sodiq Pasadigoe (Bupati Tanah Datar), Muslim Kasim (Wakil Gubenrnur Sekarang), Mulyadi (Anggota DPR-RI), Syamsul Rahim (Bupati Solok), Nasrul Abit (Bupati Pesisir Selatan), dan Hendra Irwan Rahim (Ketua DPRD Sumbar).

Tidak kalah dengan calon gubernur, di kabupaten/kota yang juga akan melaksanakan pilkada serentak dengan pilkada gubernur Sumbar, telah muncul nama-nama calon Bupati/Walikota yang hampir seluruhnya sudah memasang atribut calon berupa baliho, spanduk dan alat peraga lainnya, sebagai bentuk sosialisasi.

Dari nama-nama calon pilkada kabupeten/kota yang muncul, para incumbent nyaris maju kembali dalam pilkada serta nama-nama dari berbagai kalangan antara lain, pengurus parpol, anggota DPRD, PNS aktif,  pensiunan PNS, pengusaha, dan tokoh masyarakat. Baik yang berdomisili di daerah (kampung halaman) maupun sengaja datang dari rantau untuk maju dalam pilkada.

Yang ditunggu masyarakat pada pilkada serentak 9 Desember 2015 adalah, siapa yang akan maju sebagai kepala daerah, baik gubernur, bupati maupun walikota atau siapa yang menjadi wakil kepala daerah untuk wakil gubernur, wakil bupati maupun wakil walikota dari sosialisasi baliho, spanduk dan atribut calon yang sekarang sudah terpasang disepanjang jalan raya.
 
Sampai akhir April ini belum ada satupun, baik untuk pasangan gubernur Sumbar, maupun pasangan bupati/walikota yang sudah berani terang-terangan ke publik menyampaikan pasangannya. Belum ada satupun calon ataupun pasangan calon yang menyatakan akan maju dengan parpol atau koalisi parpol. Karena hampir seluruh parpol di daerah kabupaten/kota tidak bisa mengusung pasangan calon secara sendiri, termasuk untuk mengusung pasangan gubernur Sumbar.

Mengacu kepada persyaratan pengajuan pasangan calon sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang mengisyaratkan dua puluh persen perolahan kursi di lembaga legislatif, maka untuk DPRD Sumbar dipastikan tidak ada satupun yang bisa mengusung pasangan calon sendiri. Inilah persoalan politik yang terjadi sekarang, bagaimana bentuk koalisi parpol di propinsi Sumbar belum muncul ke permukaan.

Menghitung kader partai untuk maju mudah ditebak namun memastikan koalisi dan pasangan calon adalah hasil akhir yang penuh perjuangan. Irwan Prayitno adalah kader PKS mau maju dengan koalisi apa dan dengan wakil siapa belum terjawab. Fauzi Bahar kader PAN belum dipastikan akan diusung PAN berkoalisi dan berpasangan dengan siapa. Hendra Irwan Rahim Ketua Golkar Sumbar, partai pemenang namun tidak cukup syarat untuk mengusung sendiri ditambah masalah dualisme kepengurusan pusat.

Lain lagi Epiyardi Asda pengurus pusat PPP juga terkendala untuk mengusung sendiri karena tidak cukup syarat untuk memajukan pasangan calon ditambah bernasib sama dengan Golkar masalah dualisme kepengurusan di pusat. Muslim Kasim walaupun didukung banyak pihak namun belum mendapat parpol sebagai perahu untuk maju dalam pilkada termasuk akan berpasangan dengan siapa.

Mulyadi merupakan pengurus pusat Demokrat, bagi kalangan partai berlambang mersi di Sumbar sosok calon ini tidak asing lagi. Namun Demokrat bernasib sama dengan parpol lain tidak bisa mengusung sendiri pasangan calon, ditambah Mulyadi tidak memperlihatkan democrat berkoalisi dengan partai apa dan  berpasangan dengan siapa nantinya.

Sodiq Pasadigoe secara historis punya kedekatan dengan Golkar, baliho dan atribut calon sudah banyak beredar, namun belum mempunyai partai yang akan dikendarai termasuk apakah akan maju berpasangan dengan siapa. Namun beredar kabar Sodiq akan maju bersama Muslim Kasim tapi belum tahu siapa yang menjadi BA 1 atau BA 5.

Syamsul Rahim atau Nasrul Abit adalah dua bupati yang akan maju dalam pilkada Sumbar selain Sodiq Pasadigoe, namun belum dipastikan lewat parpol dan berpasangan dengan siapa. Keduanya sebenarnya kader parpol, Syamsul Rahim kader Golkar yang juga punya emosional dengan demokrat. Nasrul Abit adalah penasehat Demokrat Sumbar.  Terakhir santer kabar beredar Syamsul Rahim akan mendampingi Sodiq Pasadigoe dan Nasrul Abit akan mendampingi Irwan Prayitno dalam pilkada serentak tahun ini.

Begitu juga untuk pasangan bupati/walikota yang akan maju di kabupaten/kota di sumbar, sama dengan pengajuan pasangan gubernur juga belum bisa memperlihatkan pasangan yang akan maju serta koalisi partai politik.

Kalaupun ada satu dua partai politik yang bisa mengusung sendiri seperti Golkar dan PPP, namun terkendala masalah dualisme kepengurusan pusat. Belum lagi masalah adanya persetujuan pimpian wilayah dan pusat masing-masing partai politik daerah kabupaten/kota.

Dari catatan diatas dapat ditarik kesimpulan kenapa sampai saat ini belum kelihatan pasangan calon gubernur sumbar ataupun pasangan calon bupati/walikota, setidaknya ada dua catatan;

Pertama, tidak ada satupun partai politik di Sumbar yang bisa mengusung pasangan calon gubernur secara sendiri, begitu juga dengan beberapa daerah kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada serentak.

Kedua, sulitnya masing-masing partai politik atau pimpinan partai poltik dalam melakukan koalisi karena tingginya tingkat negosiasi politik.

Memperhatikan rancangan Peraturan KPU tentang tahapan pilkada serentak, maka sekitar Juni-Juli pasangan calon pilkada akan mendaftar ke KPU. Artinya ada sekitar lima bulan bagi pasangan untuk bersosialisasi menyampaikan visi dan misi, begitu juga dengan masyarakat akan melihat secara dekat bobot dan bibit pasangan calon.

Untuk pendidikan politik sebaiknya pasangan calon pilkada atau partai politik pengusung sudah berani meperlihatkan ke public siapa yang akan diusung. Jangan lagi masyarakat disodorkan pilihan “membeli kucing dalam karung”. Mudah-mudahan.!!!.


*) Penulis Anggota DPRD Kota Bukittinggi

Kamis, 28 Mei 2015

Syamsu Rahim "Fleksibel, Cagub Yes, Cawagub Oke"


Dari sekian banyak tokoh yang disebut-sebut berpeluang maju dalam pemilihan gubernur Sumbar mendatang, nama Syamsu Rahim jelas tak bisa dipandang sebelah mata.
Memiliki pengalaman lengkap di birokrasi pemerintahan mulai kepala desa, camat, pejabat eselon, ketua DPRD, wali kota, dan bupati, memberi garansi bagi Syamsu Rahim menatap pilgub mendatang.
Bagaimana kesiapan Bupati Solok Syamsu Rahim, berikut wawancaranya dengan wartawan Padang Ekspres Rommi Delfiano dan Refdi Iwan Syahputra di Padang, Rabu (18/2).

Sebetulnya apa yang memotivasi Anda maju dalam pilgub mendatang?
Salah satunya, tentu pengalaman saya selama ini. Dari sekian banyak calon gubernur/wakil gubernur yang bermunculan, saya jelas paling lengkap pengalamannya. Saya perna menjadi dosen, kepala desa, camat, ketua DPRD Sawahlunto, Wali Kota Solok, dan Bupati Solok.
Di samping itu, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang revisinya baru saja disahkan DPR RI, masa jabatan kepala daerah maksimal hanya dua periode.
Saya kan sudah dua periode menjadi kepala daerah, jadi wali kota Solok dan Bupati Solok. Kalau tetap ingin menjadi kepala daerah, mau tak mau harus maju ke atas. Ya, lewat pemilihan gubernur (pilgub) Sumbar.

Seberapa yakin Anda bisa bertarung dalam pilgub mendatang?
Pertanyaan ini jelas tak mudah dijawab. Namun, saya perlu kemukakan bahwa saya termasuk salah seorang kandidat calon gubernur/wakil gubernur yang berpotensi. Semua ini bukan saya buat-buat, namun berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga.
Baik Mika Consultant and Research Center (MCRC) 2014, survei internal PKS dan lembaga survei lainnya, selalu menempatkan elektabilitas saya pada posisi empat atau lima besar. Terlebih lagi dari survei itu, sebaran pemilih saya tak hanya di Kota Solok, Kabupaten Solok, atau Kota Sawahlunto.
Namun, juga tersebar di Pariaman, Padangpariaman, Pasaman, Bukittinggi, Payakumbuh dan lainnya. Artinya, saya berpotensi menjadi cagub/cawagub.

Sebetulnya, Anda ingin jadi cagub atau cawagub?
Saya tak mematok diri menjadi cagub atau cawagub. Fleksibel saja. Bisa menjadi orang nomor satu dan bisa pula menjadi orang nomor dua. Itulah sebabnya, di Nasdem saya mendaftar jadi Cagub, PAN jadi Cawagub, dan Hanura jadi Cagub. Saya tentu harus mengukur diri jugalah.
Terlebih hasil-hasil survei seperti yang sudah saya uraikan di atas, elektabilitas saya berada di posisi empat atau lima besar. Di mana, kedua calon petahana (incumbent), elektabilitasnya berada jauh di atas saya. Itulah sebabnya, saya memilih fleksibel saja.

Anda tentu sudah berkomunikasi dengan parpol atau kemungkinan pasangan Anda mendatang?
Tentu begitulah. Saya memang sedang menjajaki dengan siapa berpasangan nantinya. Kemarin itu, saya sudah menjajaki berpasangan dengan Muslim Kasim (MK) dan Shadiq Pasadigoe guna mengantisipasi kemungkinan wakil gubernur Sumbar dua orang.
Namun setelah revisi UU Pilkada disahkan DPR, ternyata wakil gubernur Sumbar hanya seorang. Jadi, sekarang saya belum bisa memastikan bagaimana jadinya.
Soal parpol, saya pun sudah menjajakinya. Salah satunya, ya lewat mendaftarkan ke sejumlah parpol. Selain ke Nasdem, Hanura, PAN, saya juga sudah mendaftar ke PBB.
Saya berharap prosesnya berjalan sesuai aturan. Bila pun saya terpilih, harapannya murni dorongan kader-kader partai dari bawah, bukan melalui lobi-lobi ke pusat.

Bicara “amunisi”, berapa yang Anda siapkan menghadapi pilgub mendatang?
Tentulah saya sudah menyiapkannya. Namun tak etis pulalah saya kemukakan secara gamblang sekarang. Yang pasti ada, baik dari keluarga maupun pendukung saya. Tentu tak melimpah ruah, alakadarnya lah (Syamsu Rahim pun tertawa). 

Banyak orang menilai sombong, apa betul begitu?
Sombong bagaimana? Mungkin saya susah kalah, jadi orang memberi penilaian seperti itu. Namun, perlu diketahui juga bahwa gaya kepemimpinan seseorang orang itu berbeda-beda.
Mungkin akibat gaya kepemimpinan saya itu, orang menilai saya sombong. Namun ketika orang itu sudah mengenal saya, barulah dia tahu seperti apa saya sebetulnya.

Sebetulnya apa saja yang sudah Anda perbuat selama menjadi kepala daerah?
Sebaiknya masyarakat yang memberi penilaian. Sewaktu menjadi Ketua DPRD Sawahlunto misalnya, saya terlibat langsung dalam menentukan visi Kota Sawahlunto.
Mungkin banyak orang yang tak tahu, sayalah sebetulnya mengusulkan visi Kota Sawahlunto “Kota Wisata Tambang yang Berbudaya 2020”. Visi itu saya kemukakan sekitar tahun 2001 lalu, waktu itu Wali Kotanya Subari Sukardi.
Saat menjadi wali kota Solok, saya membuat Perda Etika Penyelenggara Pemerintah, Masjid Agung, penerang jalan, pemindahan LP Laing ke Kubung 13, jalan lingkar, sport hall, cangkupan air PDAM dari 40 persen jadi 73 pesen dan lainnya.
Sedangkan di Kabupaten Solok, saya menghidupkan Musyawarah Tungku Tigo Sajarangan-Tali Tigo Sapilin (MTT-TTS). Forum ini bertujuan tempat beriya-iya antarelemen guna merumuskan keputusan. Teranyar, Kabupaten Solok keluar dari kabupaten miskin. Sebetulnya ditargetkan tahun 2015, namun 2014 target itu sudah tercapai.

Untuk Sumbar mendatang, apa yang Anda tawarkan?
Saya ingin memberdayakan lembaga, agama, adat, ormas kepemudaan dan lainnya. Inilah perekat orang Minang. Untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan, jelas sudah ada acuan dari pusat. Namun untuk pemberdayaan lembaga-lembaga ini, saya nilai kurang diperhatikan.
Kita lebih banyak dininabobokan euforia masa lalu dengan falsafah Adat Basandi Syarak, Adat Basandi Kitabullah, begitu juga sebutan industri otak, dan lainnya. Namun, itu lebih banyak pernyataan saja.
Realitanya, nilai agama dan adat sudah banyak diabaikan.Kita banyak memiliki masjid bagus-bagus, setiap bulan banyak orang umrah atau berhaji, buya-buya bergelar profesor malah. Namun kenyataannya, belum mampu memperbiki akidah umat.
Sumbar nomor lima narkoba se-Indonesia, begitu juga prostitusi dan pergaulan bebas.
Apa yang salah? Ya, salah satunya akibat lembaga-lembaga agama, adat, ormas kepemudaan dan lainnya kurang terperhatikan. Mau tak mau ini harus diberdayakan lagi. Saya pikir inilah yang akan merekat orang Minang sebetulnya. (*)

Rabu, 27 Mei 2015

Partai Politik Harus Terbuka


Dilema Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2015 dan UU KIP
Kehebohan pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota telah berlangsung. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih, dalam hal pemilihan umum. Pengesahan UU No. 1 tahun 2015 menjawab berbagai pertanyaan yang muncul paska Perppu No. 1 tahun 2014 dikeluarkan.
Konsekuensi politik, bagi orang yang memiliki kekuatan modal atau kader partai sudah bersiap untuk mendaftar dan berjuang di pelbagai partai politik. Tujuan mereka yang melamar partai politik adalah untuk diusung sebagai kandidat kepala daerah. Spanduk, baliho dan media kampanye bakal calon telah memeriahi lokasi-lokasi publik sebagai bentuk nyata kesiapan maju memimpin daerah 5 tahun kedepan.
Bagi incunbent, pemberitaan di media menjadi sarapan pagi pembaca yang memaknai sesuai dengan pengalaman kerohanian dan politik komentator. KPU dalam upaya promosi pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota telah kalah satu langkah dari para peminat jabatan kepala daerah.
KPU masih asyik dalam pemberitaan media dan membiarkan diskusi-diskusi terkait UU No. 1 tahun 2015 diselenggarakan oleh para civil sociaty. Kita bisa melihat KPU masih disibukkan dengan perosalan anggaran, klarifikasi pemberitaan serta persiapan-persiapan suksesi UU Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota. Pendanaan masih diproses dengan teliti karna menggunakan APBN 2015.
Kembali pada Proses lamaran bakal calon kepada parpol yang seharusnya dilaksanakan Uji Publik yang dalam revisi UU Pilkada telah dihapuskan. Logika yang ditawarkan adalah uji publik berada dalam kewenangan partai, karena partai lah yang lebih mengetahui sang calon dengan aturan-aturan kepartaian. Akan tetapi partai harus menjelaskan mekanisme dan dasar logis dalam menetapkan calon yang diusung.
Sedangkan jika Uji Publik tetap dijalankan sesuai amanah Perppu No. 1 tahun 2014, maka KPU harus berjelas-jelas dengan kesiapan dan keterbukaan Uji Publik. Mekanisme Uji Publik masih menjadi rahasia KPU RI dan belum membuka ruang kepastian dalam pelaksanaannya. Teknis pemilihan Tim Uji Publik, hanya sebatas semangat dalam memperjuangkan demokrasi yang lebih baik.
Siapa orangnya, apa kriteria dan kapasitas tim independen Uji Publik “terlihat" sebagai keegoan dalam memaksakan regulasi. Kaca mata penulis, kali ini legislator berhasil mengamankan suaranya di hadapan pemerintah. Sederhananya, Uji Publik hanya berguna mengeluarkan sertifikat bahwa seseorang bisa dicalonkan atau tidak.
Apabila partai tetap mengusung calon tersebut, KPU tidak memiliki kuasa untuk menggagalkannya. Penilaian tim penguji bisa jadi alat pelawan bagi peserta jika bisa dikuatkan dalam sidang PTUN yang pada kahirnya memperlawa tahapan pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota.
Dilema lanjutan terjadi saat seseorang ber-uang mengalahkan kader partai untuk maju dalam pertarungan demokrasi 2015. Kita patut bertanya kepada partai politik dalam menjalankan rekruitmen partai sebagai salah satu fungsinya. Kalau calon non kader diusung dan didukung mati-matian, sama saja mengungkapkan bahwa pendidikan politik oleh partai kepada kader tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Di lain sisi, masyarakat hanya akan menerima hasil penetapan partai terhadap calon kepala daerah yang akan diusung memeriahkan pesta demokrasi 2015. Alangkah baik, partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi menganut nilai-nilai keterbukaan informasi dengan cara menyampaikan atau mengumumkan semua kandidat calon kepala daerah yang mendaftar ke partainya.
Setelah itu menyampaikan tahapan yang harus dilalui oleh para pelamar partai untuk diusung sekalugus materi aturan terkait sesuai AD ART Partai. Sebagai contoh: apakah pelamar sesuai dengan kriteria partai politik? Apakah calon merupakan orang umum atau kader? Bagaimana pengalaman calon dalam perpolitikan indonesia? Sejauh mana calon menjawab permasalahan bangsa secara umum atau daerah secara khususnya?
Partai politik harus terbuka menjelaskan kesiapannya menghadapi pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota. Penjelasan ini bisa bersama media sebagai bentuk simbiosis mutualisme. Partai mengurangi biasa promosi dalam memberitahukan aktifitasnya kepada para pendukung idiologis dan media bisa mendapatkan berita ‘khusus’ tanpa harus bersusah payah menemui punggawa partai yang sibuk.
Bank Data selama proses suksesi kepala daerah harus bisa dikonsumsi oleh publik demi transparansi pemimpin produk pilkada 2015. Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang diasumsikan sukses 1 putaran harus menjamin kepala daerah yang sesuai dengan pilihan “Suara Tuhan”.
Mayoritas atau minoritas “Suara Tuhan” tetap membuka peluang perbaikan daerah kedepan. Pakar politik dan akademisi tetap berdebat untuk menemukan teori-teori ideal demokrasi Indonesia. Cara ini akan menyenangkan hati para pengamat politik walau belun tentu proses yang dilalui pelamar partai sesuai dengan keterbukaan informasi partai sesuai amanah UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Terbuka semenjak penerimaan pendaftaran peminat jabatan kepala daerah, Tim Sukses dan Pemenangan, kekuatan pendanaan baik dana calon maupun dana partai. Parpol juga harus mempertimbangkan keterbukaan informasi kepada kader partai untuk belajar mengikuti semua tahapan suksesor kepala daerah. Kedepan kader parpol lah yang akan memimpin suatu daerah dengan bantuan koalisi.
Pendidikan politik ini akan berperan besar dalam membesarkan partai sejalan memajukan demokrasi Indonesia. Keterbukaan ini menjanjikan kemajuan demokrasi bahwa partai bersama rakyat dalam mengusahakan dan mengupayakan pemimpin daerah yang sesuai dengan kebutuhan daerah untuk maju dan sejahtera. (*)

Andrian Habibi - Beraktivitas di PBHI Sumatera Barat

Selasa, 26 Mei 2015

Fauzi Bahar Bicara ”Insya Allah Siap, jika Amanah Itu Ada”


Bicara blak-blakan, berpikir cepat dan taktis adalah gaya Fauzi Bahar. Mantan Wali Kota Padang dua periode 2003-2008 dan 2008-2013, itu digadang-gadang maju sebagai calon gubernur Sumbar periode 2015-2020.
Bagaimana ceritanya? Berikut bincang-bincang Fauzi Bahar dengan wartawan Padang Ekspres Revdi Iwan Syahputra, di rumah Panggungnya di bilangan Gunungpangilun, Padang.

Anda kok pede (percaya diri) untuk maju sebagai gubernur Sumbar periode mendatang?
Oh, bukan pede dinda, namun ini bukti ketulusan saya untuk tetap berbakti dan mengabdi di kampung halaman saya. Saya ingin mencurahkan segenap kemampuan diri saya, potensi yang saya punya, jaringan untuk mengangkat harkat dan martabat Ranah Minang.
Saya telah berjanji untuk itu, jauh di lubuk hati saya, saya ingin berbuat. Jadi, sekali lagi ini bukan soal pede atau bukan, tapi soal keoptimisan saya dan masyarakat yang masih percaya saya. Itulah sikap saya. 

Sebagai Wali Kota Padang dua periode, apa yang bisa Anda banggakan?
Saya sangat cinta dengan masyarakat saya. Saya tahu, tanpa mereka saya bukan siapa-siapa. Dua periode adalah bukti cinta mereka (masyarakat Padang, red) pada saya. Namun, dua periode yang saya jalani adalah waktu yang teramat berat. Dalam rentang waktu 10 tahun itu, dua bencana besar telah terjadi.
Gempa tahun 2007 dan 2009. Nah, upaya rekonstruksi dan pemulihan mental, infrastruktur bangunan, sangat menyita tenaga dan pikiran kami. Namun, alhamdulillah, berkat kerja sama semua pihak, kita dapat bangkit lagi.
Nah, terkait pertanyaan apa yang bisa saya banggakan? Saya rasa, saya tak ada niat untuk bangga-banggaan, biar masyarakat dan Allah SWT yang tahu, apa yang telah saya perbuat.
Namun, upaya konkret yang saya lakukan di awal-awal pemerintahan saya dulu, menabuh genderang perang terhadap togel (toto gelap). Meski mendapat tantangan dari berbagai pihak karena judi togel telah menjadi permainan hampir semua kalangan masyarakat, saya tetap konsisten memberantasnya. 

Terobosan lainnya? 
Saya lanjutkan yang tadi ya dinda, soal togel, berkat kegigihan dan dukungan lembaga terkait serta masyarakat, perlahan namun pasti, togel dan berbagai penyakit masyarakat mulai menghilang dari Padang.
Kalaupun masih ada, para pecandu yang susah berhenti dari hobi buruk itu, tidak berani lagi terang-terangan. Pemko selalu mengawasi mereka melalui kerja sama dengan kepolisian.
Terkait soal jilbab, saya pikir itu bukan terobosan. Itu sebenarnya kewajiban bagi umat muslim. Saya hanya menjalankan itu.Soal terobosan Padang yang mewajibkan jilbab untuk pelajar diadopsi daerah lain di Sumbar dan luar Sumbar, itu menurut saya bagus. Dan, itu bukanlah kebanggaan saya. Saya hanya bersyukur apa yang saya lakukan juga menggugah daerah lain untuk melaksanakannya.
Saya memang senang membuat kebijakan yang berhubungan dengan agama. Ini mungkin terinspirasi dari keluarga saya. Ayah saya bernama Baharudin Amin, lebih dikenal dengan sebutan Wali Bahar.
Sebab, semasa agresi antara 1949-1951, menjabat sebagai wali nagari di Kototangah. Watak kepemimpinan ayahlah yang mengalir ke saya. Menjadi wali nagari di zaman agresi, zaman yang amat sulit, bukanlah pekerjaan yang mudah.
Ibu saya Nurjanah Umar, tamatan Diniyah Putri Padangpanjang, seorang guru yang juga aktivis Muhammadiyah. Nah, darah ibu saya yang kuat dengan agama inilah yang menanamkan dasar agama pada saya.
Inilah yang menginspirasi saya untuk memperkuat pembangunan mental para generesi penerus kita, dan anak-anak untuk menghafal asmaul husna serta Pesantren Ramadhan, wajib zakat dan menghafal juz amma dan lainnya.

Awalnya ada rumor Anda akan maju di Kepulauan Riau sebagai Cawagub, benarkah?
Betul, saya memang diusung untuk salah satu cawagub Kepri. Bahkan, nama saya sudah masuk dalam bursa survei. Ini murni karena adanya dukungan dari paguyuban masyarakat Minang di sana, dan beberapa elemen masyarakat.
Istri saya kan orang Kepri, lahir di Tanjungpinang, tentunya dukungan pihak istri juga ada. Namun, beberapa waktu lalu, ada desakan dari masyarakat agar saya balik saja ke Sumbar dan mencalonkan diri sebagai calon gubernur.
Setelah saya pikirkan dan saya diskusi dengan petinggi partai saya, PAN di Jakarta, akhirnya direstui agar balik ke Sumbar. Dengan mengucap Bismillah, saya tetapkan hati untuk maju di Sumbar.
Insya Allah, jika amanah itu ada, dan masyarakat memberikannya, saya siap. Bukti kesiapan itu, saya pun mendaftarkan diri ke beberapa partai di Sumbar. 

Bagaimana peluang Anda di Pilgub?
Saya pikir, semua calon memiliki peluang yang sama. Baik itu incumbent atau bukan. Kita tahu beberapa kepala daerah bakal habis masa jabatannya yang dua periode, tentunya mereka punya peluang juga untuk maju sebagai cagub.
Malah, duo incumbent Gubernur Irwan Prayitno dan Wagub Muslim Kasim juga sama-sama bakal maju, tentu ini akan menjadi lebih menarik.
Namun, tentunya kami sudah menyiapkan strategi pemenangan. Pengalaman saya ikut Pilgub 2010 yang menempati urutan ke-4 dari 5 pasangan calon, adalah pengalaman berharga. Karena itu, kali ini saya akan memantapkan diri menyusun strategi yang lebih baik.
Dimulai dengan survei elektabilitas, kemudian memperkenalkan diri di kabupaten/kota di Sumbar.
Visi dan misi saya adalah menegakkan kembali prinsip syarak mangato adat mamakai, agar daerah ini bisa melahirkan lagi tokoh-tokoh besar seperti Mohammad Hatta dan Buya Hamka. Kita rindu dengan kebesaran Ranah Minang. 

Kabarnya Anda menyiapkan anggaran cukup besar pada pilgub ini?
Tentunya dinda, jika akan bertarung di pilgub nanti pasti akan dibutuhkan amunisi (logistik, red), namun soal besarannya kita belum menghitung. Nantilah, kita pasti akan laporkan ke KPK dan ke KPU. Sabar ya dinda (sambil tersenyum). (*)

Senin, 25 Mei 2015

Muslim Kasim : Politik Itu Ibadah


Cara berpolitik di Minangkabau berpolitik santun. Kalaupun ada cabik, cabiknya juga cabik-cabik bulu ayam, juga cabik-cabik berdunsanak, ujungnya akan saling bermaafan dan berangkulan dalam kasaiyoan.
Bila mana massa kita pukau dengan berbagai ragam pencitraan dalam niat yang hanya sekadar pencitraan, lalu karena pencitraan yang sistematis dan masif itu tadi mampu memikat masyarakat sehingga menghantarkan kita pada tahta kekuasaan dan kemudian tak mampu menjalankan amanah tersebut, maka siaplah untuk sebuah pertanggungjawaban akhirat dari mahkamah Yang Maha Kuasa.
Politik pencitraan sangat menguntungkan dan melapangkan jalan untuk meraih kekuasaan tapi sangat kelat dalam kenyataan. Tidak masanya kita melemparkan mimpi muluk atau mimpi manis pada masyarakat sendiri. Masa kini adalah masa di mana kita memberi dan memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat, bukan apa yang kita inginkan. Masyarakat harus kita cerdaskan dan kita jauhkan dari bujukan-bujukan pencitraan belaka.
Membuai masyarakat dengan pencitraan, lalu mengharapkan dukungan masyarakat kemudian ketika apa yang dikehendaki tercapai, mereka dilupakan adalah sebuah sikap dzalim yang dimurkai Allah. Orang bijak tak akan pernah “menokok”. Apa yang sudah ia lakukan, apa yang akan ia lakukan, atau apa yang seolah-olah ia lakukan, kemudian diumbar-umbar kembali untuk meminta balasan, bukan sikap yang baik.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang melupakan segala kebaikannya kepada rakyat namun rakyat tak pernah melupakan kebaikan pemimpinnya sepanjang masa. Ia melegenda di ruang pikiran massa yang dicatat oleh masa dengan tinta emas kepemimpinannya. Ia menjadi seorang legend yang dikenang.
Rakyat pantas mengungkapkan kebaikan dan keburukan pemimpin; karena mereka yang langsung merasakan nikmat dari kebijakan pemimpin. Namun, jika pepimpin mengungkapkan kebaikannya sendiri di hadapan rakyat, maka hal itu cendrung bermuatan pencitraan dan “menokok” segala perbuatannya pada rakyat. Menokok atau menuntut balas atas segala perbuatan baik yang kita lakukan adalah sebuah pertanda ketakikhlasan.
Kasihan rakyat, bila terlalu sering dibujuk dan dirayu untuk sebuah tahta dunia diri. Kasihan rakyat bila terlalu sering dipertontonkan berbagai ‘ gambar’ kebohongan.
Politik itu untuk dunia, politik itu untuk akhirat!
Politik itu amal ibadah yang baik. Mana bisa kita berharap melakukan bebagai kebaikan ke depan bila diawali dengan cara-cara yang tidak baik. Sesuatu yang diawali atau sesuatu yang diperoleh dengan cara yang buruk, dengan cara yang menyakiti, niscaya akan berujung bala petaka. Kekuasaan itu penting dan perlu.
Tanpa adanya kekuasaan, kekuatan kebenaran tidak akan pernah mencapai titik optimal. Optimalisasi kebenaran itu berada pada “kekuasaan”. Panggung politik, pentas politik, arena politik, adalah jembatan untuk menghantarkan kita pada cita-cita bersama; yakni meraih kekuasaan untuk jihad kebenaran. Tapi, kunci “kebenaran” itu adalah bagaimana cara kita “berjalan” meniti jembatan hingga sampai ke seberang, apakah dilakukan dengan cara yang benar pula?
Apakah dalam perjalanan itu, kita melakukan penungkaian, penyikutan, mencaci maki, menghujat, memfitnah, sehingga para pejalan-pejalan lain terhenti di depan jembatan, sehingga kita sampai sendiri berkat melakukan berbagai cara yang curang, penuh penistaan dan terkekeh-kekeh puas menyaksikan kejatuhan “orang lain”.
Niscaya, kekuasaan yang diperoleh dengan cara tidak baik, tak akan pernah diridhoi Tuhan. Yakinlah. Ia akan menjadi pemimpin yang curang, sahabatnya adalah kekeliruan-kekeliruan. Ia tak akan pernah menjadi pemimpin umat, kecuali ia hanya akan menjadi pemimpin bagi golongannya sendiri. Golongan yang mendukung kecurang-kecurangan yang menghalalkan berbagai cara; cara apa saja, yang penting kekuasaan dalam genggaman.
Hal demikian bukanlah cara berpolitik yang islami. Untuak syiar kebaikan, cara berpolitik kita adalah berpolitik santun,cerdas, dan sejuk di hati orang banyak. Aura-aura berpolitik kita adalah “menyaru” aura positif.Bukan negatif. Tak akan pernah sesuatu yang dimulai dengan negatif akan bermuara pada sesuatu yang positif.
Politik Minangkabau
Kita orang Minangkabau adalah orang yang mengarifi alam. Bagi kita, alam takambang menjadi guru. Ia cermin atas kekuasaan dan kekuatan Allah SWT. Amatilah alam, maka cinta dan kagummu pada Tuhan akan semakin tinggi dan tebal. Mengamati keindahan alam adalah salah satu cara meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan.
Ketika orang minang menyepakati “alam takambang menjadi guru” membuat nagari ini menjadi negeri yang berselimut aura positif yang melahirkan kalimat “lawik sati rantau batuah”. 
Alam takambang jadi guru, lawik sati rantau batuah, saciok bak ayam sadanciang bak basi, indak adoh kusuik nan indak salasai, tasilang di sangketo-rundiang tampek baiyo-iyo, batuah saiyo dek sakato basipakaik dalam adaik basandi sayarak-syarak basandi Kitabullah adalah karakteristik alam yang mempengaruhi karakteristik Minangkabau nan tacinto.
Makanya, apapun jenis dan “persaingan dan bentuk pertandingan” di Minangkabau adalah persaingan yang berasaskan rasa berdunsanak bukan rasa “sakit hati” dan “dendam” kesumat yang menghancurkan. Bukan begitu. Sesama Muslim kita adalah bersaudara. Berat untuk menyakiti hati sesama muslim. Kalau pun ada di antara kita, sesama muslim yang kita rasa “khilaf” atau lupa, kewajiban bagi kita untuk mengingatkannya.
Islam dan Minangkabau, sulit dipisahkan. Tidak diakui seseorang sebagai orang Minang, kalau dia bukan seorang Muslim. Kalau dia murtad, dia dibuang sepanjang adat, begitulah komitmet Perjanjian Marapalam atas konsekwensi  Adaik Basandi Syarak-syarak Basandi Kitabullah!”. Cara berpolitik di Minangkabau berpolitik santun.
Kalaupun ada cabik, cabiknya juga cabik-cabik bulu ayam, juga cabik-cabik berdunsanak, ujungnya akan saling bermaafan dan berangkulan dalam kasaiyoan. Urang Minang tabu melakukan cara politik mambalah buluah. Ciek dipijak, nan ciek diangkek. Saya kecewa. Sangat kecewa. Ketika ada trend politik perbandingan yang melukai saudara sendiri.
Itu jauh dari cara-cara orang Islam dan orang Minang berpolitik. Seakan-akan ada upaya, yang diawak rancak, nan di urang buruk. Gaya berpolitik belah bambu, atau politik memudurkan lampu orang untuk memperterang lampu sendiri adalah gaya politik yang sangat tidak “islamis” dan sangat tidak “Minangkabauisme”. Itu melukai hati orang lain.
Kalau akan berupaya melakukan apapun bentuk pencitraan selalulah berpegang teguh pada “ tarangkan sajo lampu awak-lampu urang jan dimatikan atau jan dipudurkan!”. Orang Minangkabau adalah orang pintar, orang cerdik, orang hebat. Namun, pintarnya kita jangan pintar melukai. Cerdiknya kita jangan cerdik membohongi. Hebatnya kita, jangan hebat mempermalukan atau menhina atau memfitnah dunsanak surang.
Ketika kita apungkan sesuatu yang memberi luka, sesuatu yang beraroma fitnah, hasutan, dan lain-lain yang buruk, itu akan memicu munculnya aura negatif. Kalau aura negatif dilawan dengan aura negatif pula, yang akan lahir adalah kegaduhan yang berkerat rotan. Mencari, memunculkan, meniupkan, menghasut, menciptakan, menghimpun opini negatif, itu sangat sepele. Kalau bagi saya, itu sampah dan debu.
Sekali tiup, debu di atas tunggul itu lenyap dan berderai di udara. Dengan kasih sayang, dan atas izin Allah, debu itu lenyap dan terbakar bersama setan-setannya. Yakinilah. (*)
Muslim Kasim - Wakil Gubernur Sumatera Barat

Minggu, 24 Mei 2015

Muslim Kasim Bicara ”Second Man, Kewenangan Saya Terbatas”


Dari sekian banyak figur yang berpeluang maju dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumbar 2015, boleh dibilang Muslim Kasim paling sepuh. Kini, pria yang menjadi wakil gubernur Sumbar itu sudah berusia 73 tahun.

Lantas, apa motivasi bupati Padangpariaman dua periode ini maju dalam Pilgub Sumbar mendatang? Berikut wawancara wartawan Padang Ekspres Rommi Delfiano dan Revdi Iwan Syahputra  dengan Muslim Kasim di Padang, Sabtu (21/2).

Anda sudah sepuh, kenapa masih berkeinginan maju dalam Pilgub Sumbar mendatang?
Saya merasa masih berutang kepada masyarakat Sumbar. Sewaktu saya memutuskan maju dalam Pilgub Sumbar  2010 lalu, saya sudah berjanji menjadikan Sumbar sebagai provinsi yang lebih beradat dan beragama guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Terutama, mengimplementasikan secara utuh falsafah Minangkabau Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), Syarak Mangato, Adat Mamakai.
Hingga kini belum sepenuhnya terealisasi. Peranan penghulu, ninik mamak, termasuk LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) belum terasa di nagari-nagari. 
Padahal, bila elemen-elemen bernagari ini bisa berperan secara utuh, jelas bisa mengatasi kerusakan moral yang sekarang ini makin mengkhawatirkan. Apakah kenakalan remaja, narkoba, pergaulan bebas dan lainnya. Intinya, cita-cita menjadikan nagari otonomi bisa diwujudkan.
Ya, salah satu caranya melalui pembinaan dan melegalkan lembaga-lembaga adat ini. 
Bisa saja dengan membentuk biro/badan penguatan ABS-SBK atau lainnya. Bila sudah begitu, nantinya bisa pula dialokasikan anggaran. Tidak seperti sekarang, nyaris tak tersentuh anggaran.

Anda kan sudah menjadi Wagub, kenapa semua itu tak bisa Anda wujudkan? 
Saya kan second man (orang kedua), kewenangan terbatas. Kendati sejak awal kita sudah membuat perjanjian tertulis soal pembagian kewenangan, realisasinya sulit diwujudkan.
Paling tidak, waktu itu saya diberi kewenangan mengelola Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, dan beberapa institusi lainnya, termasuk dalam hal pengawasan.
Namun setiap pejabat eselon (kepala dinas/badan/biro), tetap saja berorientasi kepada gubernur. Bahkan, ada pressure group (kelompok penekan) yang sengaja membatasi hubungan antara gubernur dan wagub (Muslim Kasim tidak menyebut siapa kelompok penekan tersebut).
Pihak-pihak yang seharusnya bisa menjadi penengah, saya pikir juga tak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Ya, seperti itulah. Saya tidak bisa maksimal menjalankannya. Makanya, visi saya sulit terealisasi.

Anda menyesal jadi Wagub?
Jujur, tak pernah terlintas dalam pikiran saya kata-kata menyesal. Saya tetap bersyukur terhadap situasi apa pun yang saya hadapi lebih kurang 4,5 tahun terakhir. Dengan begitu, saya pun bisa lebih dekat dengan masyarakat. 

Di usia Anda sekarang 73 tahun, apakah Anda masih yakin bisa memimpin Sumbar?
Insya Allah, saya yakin masih bisa memimpin Sumbar 5-10 tahun ke depan. Insya Allah pula, semuanya baik-baik saja. Bila masyarakat memberi amanah, saya siap menjalankan tupoksi sebagai gubernur. Rumah saya akan terbuka 24 jam menerima siapa saja yang membutuhkan.
Ini sudah saya buktikan ketika memimpin Padangpariaman dua periode lalu. Selama saya memimpin, siapa pun yang datang ke rumah saya, pastilah saya layani.
Saya pun bisa menjaga harmonisasi antara lembaga legislatif dengan eksekutif. Selama saya memimpin Padangpariaman, kedua lembaga ini kompak melahirkan ide-ide besar untuk kemajuan daerah.
Berkat kesepakatan bersama, ibu kota Padangpariaman kita pindahkan ke luar Kota Pariaman. Termasuk, menjalin harmonisasi antara ranah dan rantau. 

Lantas, bagaimana pendekatan dengan parpol?
Ini menjadi pemikiran saya dan tim nantinya. Selaku ketua Dewan Pertimbangan Partai DPD I Partai Golkar Sumbar, saya berharap bisa berangkat dengan Partai Golkar. Saya juga sudah melakukan pendekatan dengan pimpinan parpol lainnya baik di daerah maupun di pusat. Saya mendaftar ke NasDem, PAN, Hanura.
Insya Allah, saya juga akan mendaftar ke parpol lain. Karena bagaimanapun, untuk membangun Sumbar butuh kerja sama dan dukungan seluruh elemen.

Dari figur yang ada, siapa rival terberat menurut Anda? 
Ya, semuanya lah. Semua memiliki plus minus. Terpenting sekarang, kita berusaha dan bekerja keras. Hasilnya, ya kita serahkan kepada yang di atas. Ingat, sebetul yang di atas sudah menggariskan siapa gubernur Sumbar lima tahun ke depan.
Sebetulnya, saya bersama Shadiq Pasadigoe (bupati Tanahdatar) dan Syamsu Rahim (bupati Solok) sudah melakukan pendekatan guna menyiasati revisi UU Pilkada.
Awalnya, kemungkinan wakil gubernur Sumbar itu dua orang dan ditunjuk oleh gubernur terpilih. Namun, setelah revisi UU itu disahkan, ternyata ketentuan batal.
Jadi, sekarang perlu dibicarakan lagi bagaimana bagusnya dengan beliau itu (Shadiq dan Syamsu Rahim, red). Saya akan membicarakannya dalam waktu dekat. Mudah-mudahan tercapai kesepakatan. Saya akan terima apa pun hasilnya.

Bagaimana dengan kesediaan ‘amunisi’ Anda?
Untuk satu ini jelaslah penting. Namun berapa nominalnya, nantilah kita sampaikan. Intinya, tergantung bagaimana situasinya nanti. Saya pun yakin calon-calon yang ada tidak ditopang pendanaan yang kuat. Ya, sama-sama berjuanglah kita nanti.  

Tawaran Anda bagi Sumbar ke depan?
Pertama, tentu untuk menghidupkan nagari-nagari. Caranya, menghidupkan kembali peranan lembaga-lembaga adat. Ini selaras dengan UU Desa.
Kedua, melibatkan perguruan tinggi di Sumbar dalam merancang, menyusun, menjalankan, mengawasi dan mengevaluasi program-program pemerintah. Sekolah-sekolah pun harus bisa menyiapkan lulusannya, sehingga output pendidikan benar-benar terpakai di dunia kerja. (*)

Sabtu, 23 Mei 2015

KARTUN SINDIRAN TAGLINE BACAGUB SUMATERA BARAT

Gambar ini dikutip dari  Fanpage Facebook Si Bujang, tokoh kartun ciptaan Igoy, jurnalis di Sumatera Barat. Jadi si Bujang ini mengomentari tagline Bacagub Sumbar dengan gaya khas rakyat –sindiran, curiga, abai :D.  Lai ndak ota se tuw pak??? – bukan cuma ngomong kosong kan Pak?  

Jumat, 22 Mei 2015

Pemimpin yang Diridhai


Sebagai umat Islam, meyakini bahwa kita adalah manusia pilihan, umat terbaik di sepanjang zaman. Sebab Islam mengajarkan kepada kita untuk menjadi makhluk yang berperan ganda, yaitu sebagai Abdun atau hamba Allah dan sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Peran dan tugas manusia sebagai khalifah menuntutnya untuk mampu mengelola, melestarikan, menguasai dan memakmurkan alam ini. 

Manusia harus mampu berinteraksi dengan sesamanya (hablun minannas) dan alam sekitarnya (hablun minal ‘alam) secara harmonis. Allah pun membekali manusia berbagai potensi untuk mampu berkuasa. Karena itu, manusia memiliki hasrat ingin berkuasa. Namun tidak semua manusia mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah secara baik, meskipun kekuasaan telah ada di tangannya. 

Tidak semua pemimpin terpilih di negeri ini mampu mengendalikan kekuasaan sesuai dengan keridhaan-Nya. Untuk mewujudkan tugas dan peran manusia sebagai khalifah, maka umat Islam butuh sosok pemimpin yang adil. 

Salah satu profil pemimpin atau penguasa yang dikisahkan dalam al-Quran adalah Nabi Daud a.s. Allah SWT memberikan peringatan kepada Nabi Daud a.s. melalui firman-Nya: Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (Qs. Shaad/38: 26).

Melalui ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Daud a.s. untuk memutuskan perkara secara adil. Sebab seorang pemimpin berhak untuk mengambil kebijakan dan keputusan terkait dengan berbagai persoalan yang ada di bawah kepemimpinannya. Demikian pula Nabi Daud a.s., suatu ketika pernah dihadapkan pada persengketaan dua orang laki-laki yang menghadap padanya.

Maka sebagai seorang pemimpin, Allah memerintahkannya agar memutus perkara secara adil. Keadilan itu meletakkan sesuatu pada tempatnya, secara objektif, apa adanya, tidak bertentangan dengan hukum Allah; bukan karena kepentingan pribadi dan kelompoknya. Di sisi lain, Allah melarang keras para penguasa berkuasa dengan mengikuti hawa nafsu.

Memimpin dengan hawa nafsu akan melahirkan kebijakan yang hanya berorientasi pada duniawi, mengedepankan materi, memilih kenikmatan sesaat, mementingkan diri dan golongan, cenderung menghalalkan segala cara; hukum mereka rekayasa, korupsi menjadi budaya, agama hanya pemanis kata. Memperturutkan hawa nafsu menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran. 

Dengan demikian ia akan kehilangan kontrol pribadi sehingga ia tersesat dari jalan yang diridhai Allah. Apabila kesesatan itu telah menyelubungi hati seseorang, ia lupa akan keyakinan yang melekat dalam hatinya bahwa di atas kekuasaannya masih ada yang lebih berkuasa. Itulah sebabnya orang yang memperturutkan hawa nafsu itu diancam dengan ancaman yang keras, mereka akan rasakan deritanya di hari pembalasa. 

Firman-Nya: … Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (Qs. Shaad/38: 26).
Azab itu bisa saja ditunjukkan Allah sebagiannya di dunia, dan pasti mereka rasakan di akhirat. Tidak sedikit di antara pemimpin yang memperturutkan hawa nafsunya itu berakhir dengan su’ul khatimah (akhir yang buruk) di penghujung kepemimpinannya. Kebaikan yang selama ini dielu-elukan terkubur dan berganti dengan bau busuk yang menyengat. 

Allah bukakan aibnya di antara sesamanya. Namun, bagi mereka yang konsisten menegakkan amanah, tentulah akan dimuliakan. Tetapi tidak ada pula jaminan orang yang berjuang menegakkan kebenaran itu akan dipuji dan dihormati orang dalam kehidupannya. Adakalanya kebijakan yang mengedepankan keadilan dan kebenaran itu tidak populer bagi rakyatnya. Ia pun dihina dan direndahkan. 

Tentu hal itu tidaklah akhir yang buruk (su’ul khatimah) baginya. Tak heran, ada pemimpin yang masa hidupnya dihina, tapi setelah ia tiada baru dipuji dan disayangi. Lalu bagaimanakah caranya agar kita sebagai umat Islam tampil sebagai umat terdepan dengan hadirnya para pemimpin yang menjalankan tugasnya sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini?

Untuk memenuhi harapan itu, patut kita renungkan firman Allah SWT dalam surat an-Nur/24 ayat 55: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik (Qs. an-Nur/24: 55).

Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT berjanji akan memberikan kekuasaan kepada orang-orang yang beriman dan meneguhkan agama yang telah diridhai-Nya kepada mereka. Paling tidak ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu: Pertama, teguhkan iman kepada Allah SWT. Iman kepada Allah tidak sekedar keyakinan dalam hati, tetapi terintegrasi dalam setiap ucapan dan tindakan. 

Konsekuensi orang yang beriman adalah senantiasa merasakan bahwa Allah SWT senantiasa mengawasinya, kapan dan di mana pun. Maka seorang pemimpin yang beriman, tidak akan berani korupsi, melakukan kejahatan dan kezaliman, karena ia yakin Allah senantiasa mengawasinya. Kata iman juga seakar dengan kata aman dan amanah.

Setiap mukmin mesti berkontribusi mewujudkan rasa aman bagi lingkungan sekitarnya lalu ia senantiasa memelihara sifat amanah setiap menjalankan tugas sesuai dengan profesinya. Menjadi pemimpin itu banyak godaan. Maka iman menjadi benteng dan perisai untuk menolak godaan negatif itu. Kedua, gemar beramal saleh. Shaleh artinya baik, lawan katanya adalah fasad, artinya berbuat kerusakan.

Orang yang beramal shaleh adalah orang yang tidak berbuat kerusakan baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Amal shaleh merupakan suatu pekerjaan yang produktif dan inovatif. Maka umat Islam harus giat bekerja dimana pekerjaan itu bernilai positif. Amal saleh adalah perbuatan yang bernilai kebaikan secara lahir dan batin. Jika lahirnya baik tetapi niatnya buruk, tidaklah dinilai sebagai amal saleh, begitu sebaliknya. 

Maka pemimpin yang diridhai adalah pemimpin yang melayani rakyat dengan prinsip amal saleh. Bukan jadi pemimpin yang senang dilayani: ketika ia hadir di tengah keramaian, ia ingin disambut berdiri, disalami dan dihormati; dihidangkan dengan makanan lezat lalu menerima pemberian berupa uang atau benda berharga lainnya.

Ketiga, giat beribadah kepada Allah SWT. Ibadah itu tidak saja yang wajib, tetapi juga ibadah-ibadah sunnah. Setiap ibadah yang dilakukan seorang pemimpin, akan menjadi terapi baginya untuk tetap istiqamah menjalankan kepemimpinannya dengan adil dan benar. Karena itu, ibadah ritual yang dilakukan akan membuat seseorang menjadi lebih berkualitas dalam kehidupannya.

Keempat, jangan menyekutukan Allah. Yang termasuk menyekutukan-Nya, tidak hanya menyembah selain Allah, tetapi juga termasuk menggantungkan harapan kepada selain-Nya. Jika hidup hanya berorientasi pada jabatan dan/atau harta, maka jabatan dan harta itu bisa menjadi Tuhan seseorang. Namun jika ia yakin bahwa ridha Allah sebagai tujuan hidup, maka tak ada celah bagi seorang pemimpin untuk berbuat zalim.
Jika keempat hal itu bisa dilakukan, maka Allah akan mengangkat umat ini menjadi penguasa yang mampu melakukan perubahan dari keterbelakangan menuju negeri yang berkeadaban, dari bangsa yang dicekam kecemasan dan ketakutan menjadi bangsa yang aman dan tenteram dalam ridha-Nya (Qs. an-Nur: 55).

Ini perlu kita upayakan, apalagi kita berada di negara yang menerapkan sistem demokrasi, pemimpin lahir dari pilihan rakyat mayoritas. Jika masing-masing dari kita sebagai bagian rakyat ini mayoritas menjadi umat yang taat dan adil, tentulah kita memilih pemimpin yang taat dan adil pula. Hal ini penting kita renungkan, mengingat di tahun 2015 ini akan dilakukan Pemilukada di Sumatera Barat. 

Semoga provinsi kita dipimpin oleh pemimpin yang diridhai Allah SWT, seperti Nabi Daud a.s., yang adil dan tidak menurutkan hawa nafsunya. Lebih mementingkan umat dari kepentingan pribadi dan golongan. Dengan begitu, kekuasaan diberikan kepada kita sebagai umat terpilih, umat terbaik dalam mewujudkan Baldatun Tayyibatun wa rabbun Ghafur. (*)
Muhammad Kosim - Alumnus Program Doktor IAIN IB Padang
koran.padek

Kamis, 21 Mei 2015

Awak Nan Badarah-darah, Urang Nan Makan Dagiang


Keberhasilan Gerindra Sumbar merebut peringkat kedua jumlah kursi terbesar di DPRD Sumbar, tidak bisa dilepaskan dari kerja keras dan pengorbanan para kader partai besutan Prabowo Subianto tersebut. Para kader Gerindra yang “Berdarah-darah” dalam Pemilu Legislatif 2014 yang lalu, tentu ingin mendapat pengakuan dan penghargaan dari pimpinan partai.

Dengan modal delapan kursi di DPRD Sumbar, tentu Gerindra punya nilai tawar yang tinggi dalam mengusung calon Gubernur Sumbar mendatang. Namun pasca Pemilihan Presiden (Pilpres), seakan ada pengerucutan opini yang menyebutkan Gerindra bakal mendukung Irwan Prayitno sebagai calon Gubernur, sebagai tanda terimakasih Prabowo karena kemenangan di Sumbar.
Pengerucutan opini itu seakan dibenarkan para kader Gerindra di Sumbar. Hampir tidak ada penolakan atau aksi jual mahal sebagai partai no 2 di DPRD Sumbar. Padahal, menurut saya tanpa Irwan Prayitno pun Prabowo juga bakal menang di Sumbar. Karena memang disukai dan cocok dengan cara pandang masyarakat Minang.

Kalau dukungan Gerindra kepada Irwan terkait kesuksesan sebagai Gubernur tentu ada pro kontra, dan Gerindra tentu juga punya alat ukur yang objektif untuk menilai hal tersebut. Namun, Irwan sebagai perwakilan PKS tidak dapat diganggu gugat. Itu mungkin konsekuensi dari koalisi kedua partai.

Yang bikin pertanyaan itu perihal Wakil Gubernur. Kenapa kader Gerindra di Sumbar seakan mengamini opini yang muncul saja, tentang Nasrul Abit (NA) di gadang-gadangkan bakal jadi pendamping Irwan Prayitno mewakili Gerindra, kedua kandidat ini akan maju dengan menggunakan koalisi PKS-Gerindra.

Entah kenapa pertanyaan besar muncul dikepala saya, kenapa NA digadang-gadangkan, seberapa besar pengorbanan NA bagi kemajuan Gerindra? Ataukah Gerindra mendapatkan “sesuatu” dari NA?


Mungkinkah Gerindra kekurangan kader berkualitas, padahal menurut saya masih ada Syuir Syam, Ade Rezki Pratama, Sukri Bey, Afrizal, Endang Irsal, Muzni Zakaria.

Oleh Guswandi