AWAK BADUNSANAK, NDAN!!!

Selasa, 12 Mei 2015

Menyongsong Pesta Daerah



Setelah disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu, sejumlah daerah yang mengalami pergantian kepala daerah akan bersiap menyongsong pesta demokrasi di tahun ini. Disadari atau tidak gairah pesta demokrasi tingkat daerah ini lebih memiliki atmosfer lebih kencang ketimbang pemilihan lainnya.
Apakah itu pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan presiden (pilpres). Sebab, hasil dari pemilihan kepala daerah ini memiliki implikasi langsung terhadap masyarakatnya. Di Sumatera Barat, 13 kabupaten/kota dan provinsi menggelar pemilihan kepala daerah. Gairah pesta ini sudah mulai terasa kental di tengah masyarakat.

Buktinya, sejumlah lokasi publik semakin disesaki pajangan foto narsis dan tagline-tagline yang bernuansa perjuangan untuk memenangkan pilkada. Kehadiran gambar-gambar tersebut mulai dari pinggir jalan raya, jalan-jalan kampung, jalan daerah maupun jalan penghubung antardaerah. Masyarakat di tingkat kampung atau kompleks pun tidak ketinggalan untuk membincangkan isu politik lokal ini.

Mereka membahas calon kepala daerah di lapau, kedai, surau maupun tempat berkumpul lainnya yang digunakan oleh masyarakat Minang. Tidak hanya itu, beberapa media lokal di Sumatera Barat mulai membicarakan isu ini untuk menampung aspirasi publik, seperti apakah calon yang akan menakhodai Ranah Minang ini ke depan.
  
Baik itu provinsi maupun kabupaten/kota. Akan tetapi, hingga kini belum ada satu pihak ataupun partai politik yang menyatakan secara resmi untuk mencalon figur tertentu. Apakah menjagokan si A, B, C atau sebagainya. Di sisi lain beberapa organisasi paguyuban perantauan, organisasi kemasyarakatan (ormas) dan organisasi lainnya mulai memunculkan opini-opini terhadap karakteristik yang tepat untuk dimajukan di pilkada.

Kendati telah banyak tawaran alternatif kandidat, namun keputusan terakhir berada di tangan parpol. Perlu diketahui peran paling dominan dalam perhelatan demokrasi ini adalah parpol. Sebab parpol adalah  pihak yang dapat mencalonkan pasangan kandidat, walaupun ada juga pasangan kandidat perseorangan.

Sesuai dengan ketentuannya parpol dapat maju sendiri atau berkoalisi dengan parpol lainnya, asalkan memiliki syarat suara dominan di DPRD atau dari pemilu lalu. Tulisan ini lebih ditekankan ke parpol, karena untuk di Sumatera Barat semenjak diberlakukannya pemilihan langsung untuk kepala daerah, belum ada pasangan dari perseorangan yang berhasil terpilih menjadi pemimpin daerah pada periode tersebut.

Pasangan parpol masih memiliki tingkat kepercayaan cukup tinggi dari publik. Maka dari itu, di sini terlihat bahwa peran dari parpol sangat tinggi dalam berlangsungnya pilkada. Dapat dikatakan sebagai kendaraan untuk melaju bagi figur-figur yang berminat untuk mengabdi ke daerah. Menjelang hadirnya kandidat resmi, isu yang berkembang dalam perbincangan untuk pilkada ini, selalu muncul tentang karekteristik dari figur yang layak memimpin daerah.

Mulai dari tokoh muda, putra asli daerah (PAD), politisi, purnawirawan, birokrat, pengusaha, kandidat petahana dan lain sebagainya. Isu-isu seperti ini berulang kali terlihat dalam setiap pembicaraan pergantian kepala daerah. Di Sumatera Barat dan 13 kabupaten/kota lainnya, kelihatannya isu itu tidak begitu lagi laku dijual kepada publik Ranah Minang. Pasalnya, kebutuhan urang awak itu sekarang bukan siapa orangnya, tapi bagaimana dengan daerah ini ke depan.

Semenjak 10 tahun terakhir, relatif tidak ada perkembangan signifikan di daerah ini. Padahal, dulunya para kepala daerah itu menjanjikan beragam harapan. Harapan itu tidak terlalu dirasakan oleh publiknya sendiri. Kondisi ini terlepas apa pun alasannya. Kalau ditanyakan kepada gubernur, bupati ataupun wali kota, tentunya mereka mengklaim telah berbuat lebih baik untuk daerahnya.

Ada juga penjelasan lain bahwa ada aspek lain yang belum tercapai. Tidak tercapainya target itu, karena sejumlah kendala. Pertanyaannya, dalam menghadapi pilkada serentak 2015 ini, apa sebetulnya yang dibutuhkan Sumatera Barat dan rakyat di 13 daerah pada lima tahun mendatang?
Akankah pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita, perbaikan kualitas hidup, terbangunnya pusat perbelanjaan baru dengan tinggi beberapa lantai, atau pusat wahana hiburan keluarga. 

Atau akankah kebutuhan di pilkada serentak 2015 hanya sekadar berkumpul di tanah lapang mengenakan atribut pasangan kepala daerah sembari bernyanyi dengan artis ternama, menerima pemberian dari kandidat dalam bentuk operasi pasar murah, pembagian sembako murah atau sekadar pengganti uang transportasi karena telah datang ke arena kampanye.

Pernyataan di atas hanya dapat dijawab oleh parpol sebagai pengusung dari kandidat. Untuk itu ke depan, harapan kepada parpol tidak lagi harus berperan sebagai penjual tiket kendaraan politik saja, melainkan benar-benar sebagai medium yang menjadi alat seleksi untuk membawa perubahan ke depan. Kandidat yang dijagokan bukan sekadar mampu memenuhi janji politiknya kepada politisi parpol, tapi juga mampu mewujudkan janji kampanye pada skala waktu tertentu.

Apakah itu di 100 hari pertama, sathun pertama atau dua tahun pertama. Sehingga masyarakat tidak lagi merasa di negeri dongeng saat mengikuti proses pilkada. Sebaliknya kalau parpol hanya menjalankan fungsi seperti penjual tiket kendaraan politik tentunya sarat dengan kontrak politik antara kandidat dengan politik.

Ujung-ujungnya rakyat yang menjadi sasaran atas kesepakatan itu. Hasil yang dirasakan warga Sumatera Barat ke depan tidak akan jauh berbeda dengan lima tahun terakhir. Kepala daerah hanya sibuk hilir mudik masuk dan keluar kampung. Gambar mereka menampang di setiap persimpangan jalan dalam bingkai baliho. Semoga saja proses pilkada yang baru mulai berlangsung ini memunculkan kandidat terbaik untuk Ranah Minang. (*)

Ilham Safutra - Jurnalis, Tinggal di Jakarta 

0 komentar:

Posting Komentar