Sebagai petahana dengan basis
konstituen PKS Sumbar yang relatif solid, Irwan Prayitno memang “barang bagus”. Tak heran bila kemudian banyak nama yang “dijodoh-jodohkan”
dengannya.
Nama yang paling pertama muncul
adalah Taslim Chaniago, politisi muda PAN. Sebagai ketua DPP PAN, Ketua DPP
Muhammadiyah dan Ketua IKA Universitas Andalas se-Jakarta, Taslim cukup berpotensi
mendampingi Irwan Prayitno untuk meraup harapan pemilih. Sayangnya, belakangan
nama Taslim meredup.
Bola muntah ini disambut apik
oleh Gerindra. Kedekatan emosional Prabowo-Anis Matta dalam Koalisi Merah Putih
(KMP) dalam pilpres lalu menjadi penentu utama koalisi partai ini. Apalagi
dalam kostelasi politik senayan untuk menggolkan Pilkada via DPRD, syarat
mutlak PKS adalah KMP tidak mengutak-atik Sumatera Utara, Sumatera Barat dan
Jawa Barat. Dan fraksi gerindra adalah yang pertama kali sepakat. Artinya
Koalisi PKS-Gerindra dalam pilkada Sumbar sudah hampir pasti akan berlanjut.
Lantas siapa yang akan dijadikan
pasangan Irwan Prayitno? Sejumlah nama disodorkan, mulai dari Fadli Zon, Sukri
Bey dan Syuir Syam sampai Ade Rezki Pratama. Fadli Zon tidak bersedia, karena
masih hendak mengawal ideologi Gerindra di DPR.
Suir Syam lansung ditolak. Bagi
PKS perolehan 38,393 suara yang membawa Suir Syam menjadi anggota DPR RI dari
Dapil Sumbar 1 masih terlalu kecil. Apalagi, Kendati pernah menjabat Walikota
Padang Panjang pada pileg lalu Syuir Syam cuma bisa meraup 829 suara dari total
34.866 pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar
Pemilih Khusus (DPK) di Padang Panjang. Dan alasan terakhir, adalah perihal
kesiapan dana Syuir Syam.
Sukri Bey juga demikian. Pada
Pileg lalu, dia cuma bisa meraup 31,231 suara dari Dapil Sumbar II. Jauh
ketinggalan dari Ade Rezki Pratama yang kini berkantor di Senayan dengan
akumulasi suara sejumlah 71,847 pemilih pada Pileg lalu. Satu-satunya
keunggulan Sukri Bei adalah kekuatan
finansial. Dan satu-satunya kelemahan Ade Rezki Pratama ada usia muda dan
dinilai belum berpengalaman.
Dalam kondisi inilah, Nasrul Abit
bergerak cepat. Sadar kalau potensi menangnya masih merayap, Nasrul Abit merapat kepada Gerindra. 1001
manuver lihai dikeluarkan. Februari 2015 lalu, Nasrul Abit secara resmi menjadi
kader Gerindra. Puncaknya adalah ketika Fadli Zon resmi mendukung duet Irwan
Prayitno-Nasrul Abit.
Kendati Gerindra sangat kental
nuansa garis komando, arahan Fadli Zon bukannya tanpa pertentangan. Isu yang
dimainkan adalah Nasrul Abit belum berkeringat dalam membesarkan Gerindra di Sumbar.
Nasrul Abit adalah kader yang naik di jalan, kenapa tidak mendukung kader yang
lebih senior? Ada pula tudingan terkait aksi kutu-loncat Nasrul Abit dari
parpol ke parpol. Siapa aktor-aktor yang bermain dalam gerakan ini? Silakan
analisis sendiri.
Yang jelas, Irwan Prayitno memang
politisi sejati. Sadar kalau konstelasi Gerindra di Sumbar belum berpadu, Irwan
Prayitno pakai jurus “fokus kerja, belum mau urus pilgub”. Hal ini disampaikan
Irwan Prayitno dengan bahasa baru tahap “dijodoh-jodohkan” dengan Nasrul Abit,
posisi pasangan itu belum fix, tetapi dia siap bekerja dengan siapa saja yang
satu visi, dan sementara itu masih mau fokus untuk menyelesaikan amanahnya
sebagai Gubernur Sumbar.
Taktik ini menunjukan Irwan
Prayitno tidak mau ikut campur dalam urusan internal Gerindra, sekaligus sinyal
bahwa posisi Irwan Prayitno adalah nonblok dari kedua kubu tersebut. Keuntungan
lainnya adalah publikasi media. Isu ini membuat nama Irwan Prayitno semakin
mengapung, menjadi pembicara di masyarakat.
Lalu, siapakah kader Gerindra yang akan Irwan Prayitno pilih? Nasrul
Abit berpeluang besar. Pertama, Nasrul Abit sudah dapat dukungan dari Fadli Zon, dan kita semua
tahu kalau Fadli Zon adalah “putera mahkota”-nya Prabowo. Kedua, sama seperti Sukri
Bey, Nasrul Abit siap secara pendanaan. Ketiga, sebagai Bupati Pesisir Selatan,
Nasrul Abit masih memiliki mesin politik yang cukup kuat –baik dari kalangan
birokrat Pesisir Selatan, maupun ormas. Konon Ikatan Keluarga Pesisir Selatan
(IKPS) sudah hampir pasti akan mendukung Nasrul Abit, apapun posisinya, dalam
pilkada sumbar mendatang.
Well, itu urusan di atas kertas.
Yang jelas, gerakan penolakan terhadap Nasrul Abit masih bergema. Paling tidak
sampai SK Rekomendasi DPP Gerindra turun.
*Buyuang Binguang adalah analis kelas kampung yang masih suka linglung
0 komentar:
Posting Komentar