Rabu, 20 Mei 2015
Para Tetua Sumbar Perlu Turun Gunung Selamatkan Sumbar
DELAPAN bulan menjelang dilaksanakannya Pilkada serentak se-Sumatera Barat (Sumbar) untuk memilih Gubernur/Wakil Gubernur, 2 Walikota/Wakil Walikota dan 11 Bupati/Wakil Bupati, diharapkan muncul petuah dan petunjuk dari para tetua Sumbar. Gunanya untuk mengimbau dan menjelaskan kepada masyarakat, para pemangku kebijakan dan kepada para politisi tentang tujuan Pilkada sesungguhnya. Diharapkan lidah asin para tetua tersebut mampu menjernihkan atau bahkan meluruskan kembali distorsi interpretasi pesta demokrasi di daerah yang bertema Pilkada tersebut.
Meskipun Pilkada dalam artian tertulis dan verbal merupakan ajang perebutan kekuasaan untuk menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah, namun secara subtansinya tentu tidak hanya itu. Pilkada yang diselenggarakan satu kali lima tahun tersebut juga diharapkan melahirkan hal-hal sebagai berikut; Pertama, menjadi buhul estapet dari pemimpin lama ke pemimpin berikutnya guna melanjutkan hal-hal positif yang telah dilakukan pemimpin sebelumnya.
Kedua, untuk melahirkan pemimpin yang mampu melakukan akselarasi untuk pencapaian program pembangunan yang selama ini belum berjalan maksimal. Ketiga, mencari pemimpin yang dapat melakukan terobosan-terobasan baru bagi kemajuan daerah. Keempat, mencari pemimpin yang dekat dengan masyarakatnya sesuai dengan apa yang telah menjadi falsafah kepemimpinan di Ranah Minangkabau, bahwa pemimpin itu “didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting”. Kelima, menjadi ajang untuk mencari pemimpin yang mampu mengayomi seluruh lapisan masyarakat, dan lain sebagainya.
Praktiknya sekarang, Pilkada Sumbar dan Pilkada Kota/Kabupaten di Ranah Minang sudah bergeser dan bahkan mengalami distorsi interpretasi. Kurang lebih, Pilkada di negeri kelahiran Bung Hatta, salah seorang proklamator kemerdekaan Indonesia hanya menjadi ajang berkompetisi bagi orang-orang yang haus jabatan dan gila kekuasaan. Padahal sesungguhnya Sumbar dan 13 kota/kabupaten yang melaksanakan Pilkada 9 Desember 2015 nanti masyarakatnya tidak butuh; sosok yang haus jabatan dan kekuasaan, sosok yang haus penghargaan dan sosok yang gila popularitas yang ditandai dengan pemasangan baliho di mana-mana.
Berikutnya, masyarakat juga tidak butuh sosok yang gila pencitraan dan ambil muka kepada masyarakat dengan hadir di acara-acara apa saja sehingga meninggalkan tugas-tugas besar yang mesti diemban dan dilaksanakannya, sosok yang suka lepas tangan dengan persoalan masyarakatnya, sosok yang bergaya eksklusif dengan kelompok, partai dan semangat primodialisme yang sempit dan lain sebagainya.
Para tetua Sumbar, seperti Azwar Anas, Emil Salim, Syafii Maarif, Hasan Basri Durin, Gamawan Fauzi, Syahrul Ujud dan lainnya sudah mesti turun gunung guna menjernihkan dan mencerdaskan masyarakat sebelum suksesi kepemimpinan di Sumbar digelar 9 Desember 2015. Berbagai pencitraan yang dilakukan para politisi atau calon kandidat kepala daerah yang akan bertarung di Pilkada, sebagian di antaranya sudah mengarah kepada upaya-upaya pembodohan kepada masyarakat.
Ketika turun gunung, diharapkan para tetua Sumbar itu nantinya datang dengan kelapangan hati, kebesaran jiwa dan terbebas dari kepentingan politik, kelompok dan golongan. Semua itu mesti mereka lakukan demi masa depan Sumbar yang lebih baik. Tentu saja para tetua Sumbar itu sangat sadar bahwa Sumbar sudah jauh tertinggal dari beberapa provinsi tetangga di Sumatera. Dalam hal perlambatan pembangunan Sumbar, tentu tidak perlu menyalahkan siapa-siapa, karena sangat banyak faktor penyebabnya.
Peran mulia itu sangat mungkin dilaksanakan oleh para tetua Sumbar, sebab semua tetua Sumbar tersebut sudah ‘purnawirawan’ dari ajang politik. Jika di antara mereka masih ingin bergelimang dan tergoda dengan permainan kekuasaan, silakan berjelas-jelas. Sangat tidak diharapkan, tetua itu menjadi sapu yang membawa rimah. Karena hasilnya akan kontraproduktif dengan semangat yang dipaparkan di atas.
Di samping Pilgub Sumbar, daerah Kabupaten/Kota di Sumbar yang akan menggelar Pilkada di 2015 adalah; Kabupaten Padang Pariaman, Agam, Pasaman Barat, Pasaman, Limapuluh Kota, Tanah Datar, Solok, Solok Selatan, Sijunjung, Dharmasraya, Pesisir Selatan, Kota Bukittinggi dan Kota Solok. Semoga saja Pilkada yang digelar nantinya tidak hanya sekedar ajang berkompetisi merebut kekuasaan menjadi kepala daerah, tapi juga menyentuh hal-hal subtansial yang dibutuhkan masyarakat dan masing-masing daerah.
harian haluan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar