AWAK BADUNSANAK, NDAN!!!

Rabu, 27 Mei 2015

Partai Politik Harus Terbuka


Dilema Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2015 dan UU KIP
Kehebohan pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota telah berlangsung. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih, dalam hal pemilihan umum. Pengesahan UU No. 1 tahun 2015 menjawab berbagai pertanyaan yang muncul paska Perppu No. 1 tahun 2014 dikeluarkan.
Konsekuensi politik, bagi orang yang memiliki kekuatan modal atau kader partai sudah bersiap untuk mendaftar dan berjuang di pelbagai partai politik. Tujuan mereka yang melamar partai politik adalah untuk diusung sebagai kandidat kepala daerah. Spanduk, baliho dan media kampanye bakal calon telah memeriahi lokasi-lokasi publik sebagai bentuk nyata kesiapan maju memimpin daerah 5 tahun kedepan.
Bagi incunbent, pemberitaan di media menjadi sarapan pagi pembaca yang memaknai sesuai dengan pengalaman kerohanian dan politik komentator. KPU dalam upaya promosi pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota telah kalah satu langkah dari para peminat jabatan kepala daerah.
KPU masih asyik dalam pemberitaan media dan membiarkan diskusi-diskusi terkait UU No. 1 tahun 2015 diselenggarakan oleh para civil sociaty. Kita bisa melihat KPU masih disibukkan dengan perosalan anggaran, klarifikasi pemberitaan serta persiapan-persiapan suksesi UU Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota. Pendanaan masih diproses dengan teliti karna menggunakan APBN 2015.
Kembali pada Proses lamaran bakal calon kepada parpol yang seharusnya dilaksanakan Uji Publik yang dalam revisi UU Pilkada telah dihapuskan. Logika yang ditawarkan adalah uji publik berada dalam kewenangan partai, karena partai lah yang lebih mengetahui sang calon dengan aturan-aturan kepartaian. Akan tetapi partai harus menjelaskan mekanisme dan dasar logis dalam menetapkan calon yang diusung.
Sedangkan jika Uji Publik tetap dijalankan sesuai amanah Perppu No. 1 tahun 2014, maka KPU harus berjelas-jelas dengan kesiapan dan keterbukaan Uji Publik. Mekanisme Uji Publik masih menjadi rahasia KPU RI dan belum membuka ruang kepastian dalam pelaksanaannya. Teknis pemilihan Tim Uji Publik, hanya sebatas semangat dalam memperjuangkan demokrasi yang lebih baik.
Siapa orangnya, apa kriteria dan kapasitas tim independen Uji Publik “terlihat" sebagai keegoan dalam memaksakan regulasi. Kaca mata penulis, kali ini legislator berhasil mengamankan suaranya di hadapan pemerintah. Sederhananya, Uji Publik hanya berguna mengeluarkan sertifikat bahwa seseorang bisa dicalonkan atau tidak.
Apabila partai tetap mengusung calon tersebut, KPU tidak memiliki kuasa untuk menggagalkannya. Penilaian tim penguji bisa jadi alat pelawan bagi peserta jika bisa dikuatkan dalam sidang PTUN yang pada kahirnya memperlawa tahapan pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota.
Dilema lanjutan terjadi saat seseorang ber-uang mengalahkan kader partai untuk maju dalam pertarungan demokrasi 2015. Kita patut bertanya kepada partai politik dalam menjalankan rekruitmen partai sebagai salah satu fungsinya. Kalau calon non kader diusung dan didukung mati-matian, sama saja mengungkapkan bahwa pendidikan politik oleh partai kepada kader tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Di lain sisi, masyarakat hanya akan menerima hasil penetapan partai terhadap calon kepala daerah yang akan diusung memeriahkan pesta demokrasi 2015. Alangkah baik, partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi menganut nilai-nilai keterbukaan informasi dengan cara menyampaikan atau mengumumkan semua kandidat calon kepala daerah yang mendaftar ke partainya.
Setelah itu menyampaikan tahapan yang harus dilalui oleh para pelamar partai untuk diusung sekalugus materi aturan terkait sesuai AD ART Partai. Sebagai contoh: apakah pelamar sesuai dengan kriteria partai politik? Apakah calon merupakan orang umum atau kader? Bagaimana pengalaman calon dalam perpolitikan indonesia? Sejauh mana calon menjawab permasalahan bangsa secara umum atau daerah secara khususnya?
Partai politik harus terbuka menjelaskan kesiapannya menghadapi pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota. Penjelasan ini bisa bersama media sebagai bentuk simbiosis mutualisme. Partai mengurangi biasa promosi dalam memberitahukan aktifitasnya kepada para pendukung idiologis dan media bisa mendapatkan berita ‘khusus’ tanpa harus bersusah payah menemui punggawa partai yang sibuk.
Bank Data selama proses suksesi kepala daerah harus bisa dikonsumsi oleh publik demi transparansi pemimpin produk pilkada 2015. Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang diasumsikan sukses 1 putaran harus menjamin kepala daerah yang sesuai dengan pilihan “Suara Tuhan”.
Mayoritas atau minoritas “Suara Tuhan” tetap membuka peluang perbaikan daerah kedepan. Pakar politik dan akademisi tetap berdebat untuk menemukan teori-teori ideal demokrasi Indonesia. Cara ini akan menyenangkan hati para pengamat politik walau belun tentu proses yang dilalui pelamar partai sesuai dengan keterbukaan informasi partai sesuai amanah UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Terbuka semenjak penerimaan pendaftaran peminat jabatan kepala daerah, Tim Sukses dan Pemenangan, kekuatan pendanaan baik dana calon maupun dana partai. Parpol juga harus mempertimbangkan keterbukaan informasi kepada kader partai untuk belajar mengikuti semua tahapan suksesor kepala daerah. Kedepan kader parpol lah yang akan memimpin suatu daerah dengan bantuan koalisi.
Pendidikan politik ini akan berperan besar dalam membesarkan partai sejalan memajukan demokrasi Indonesia. Keterbukaan ini menjanjikan kemajuan demokrasi bahwa partai bersama rakyat dalam mengusahakan dan mengupayakan pemimpin daerah yang sesuai dengan kebutuhan daerah untuk maju dan sejahtera. (*)

Andrian Habibi - Beraktivitas di PBHI Sumatera Barat

0 komentar:

Posting Komentar